KPK meminta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) menerbitkan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Hal itu dilakukan dalam rangka mempercepat penyelesaian aset bermasalah Pemprov NTB di Gili Trawangan.
Permintaan itu disampaikan dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi (Monev) Aset Bermasalah Gili Trawangan Provinsi NTB, yang digelar virtual, Senin, (26/10/2020). Rapat dihadiri Sekretaris Daerah Provinsi NTB Gita Aryadi, Kejati NTB Nanang Sigit Yulianto, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi NTB, Slameto Dwi Martono, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Kepala Kantor Pertanahan Lombok Barat.
"Kami juga perlu mengingatkan agar Pemprov NTB cermat dan berhati-hati dalam penyelesaian masalah aset Gili Trawangan ini. Khususnya terkait pemutusan kontrak dengan pihak terkait," ujar Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Wilayah III KPK, Dwi Aprilia Linda dalam keterangannya.
Linda mengajak Pemprov NTB berkoordinasi dengan Kejati NTB dalam mempercepat penanganan aset Pemprov di Gili Trawangan. Menurutnya, Kejati NTB dalam hal ini berperan sebagai Jaksa Pengacara Negara akan membantu memperkuat Pemprov NTB untuk menyelesaikan aset dengan pihak bersengketa, yakni PT Gili Trawangan Indah (GTI).
"Oleh karena itu, dalam rangka mencari jalan keluar dari permasalahan Gili Trawangan ini, kami meminta Pemprov NTB menerbitkan SKK untuk Kejati NTB," katanya.
"Pemprov NTB juga harus memerhatikan jangka waktu HGU yang sangat panjang, sampai 2065. Ini harus dievaluasi, karena jangan sampai Pemprov NTB dianggap melakukan pembiaran aset. SKK harus dipercepat," sambung Linda.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi NTB Gita Aryadi mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan surat somasi pertama kepada PT GTI untuk melaksanakan poin-poin perjanjian dalam nota kesepahaman tertanggal 31 Maret 2020. Surat somasi, kata Gita, harus dijawab paling lambat 30 hari sejak surat diterima.
"Tapi berdasarkan hasil evaluasi, respon PT GTI masih belum sesuai yang diharapkan. Karena itu kami akan menyampaikan surat somasi yang kedua kepada PT GTI. Semoga ada respon positif dan produktif. Kami dari Pemprov NTB berharap semoga masalah ini segera berakhir," ujar Gita.
Gita menyebut bila tak ada lagi tanggapan dari PT GTI, pihaknya akan mengirimkan surat somasi ketiga. Selain itu, katanya, pihaknya juga akan meneruskan ke proses hukum berikutnya setelah berkonsultasi dengan beberapa pihak, salah satunya dengan Kejati NTB.
Sedangkan, Kepala Kejati NTB Nanang Sigit Yulianto menyatakan kesiapannya mendukung Pemprov NTB untuk menuntaskan masalah aset Gili Trawangan. Untuk itu, kata dia, pihaknya meminta kepada Pemprov NTB menerbitkan SKK kepada Kejati NTB agar bisa bertindak atas nama Pemprov dalam memberikan bantuan hukum, litigasi maupun non-litigasi.
"Jika sependapat, maka perlu disampaikan kepada Gubernur NTB untuk mengajukan surat permohonan bantuan hukum non-litigasi, dan memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Kepala Kejaksaan Tinggi NTB untuk menyelesaikan masalah tersebut," ucap Nanang.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi NTB, Slameto Dwi Martono menjelaskan tentang awal mula kerja sama antara Pemprov NTB dengan PT GTI. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kakanwil BPN Provinsi NTB Nomor 156/HPL/BPN/1993, tanggal 20 Desember 1993, terbit Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 1 Pemprov NTB seluas 75 hektar.
"Dari total lahan 75 hektar tersebut, seluas 65 hektar dikerjasamakan antara Pemprov NTB dengan PT GTI. Sisanya, seluas 10 hektar, diberikan kepada masyarakat," tutur Slameto.
Kerja sama antara Pemprov NTB dan PT GTI, lanjut Slameto, dilandasi oleh terbitnya Surat Persetujuan DPRD Provinsi Tingkat I NTB Nomor 6/KPTS/DPRD/1995, tertanggal 24 Maret 1995. Kemudian, terbit pula Surat Keputusan Gubernur NTB Nomor 128/1995, tanggal 13 April 1995, tentang Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Produksi antara Pemprov NTB dengan PT GTI. Muncul juga Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 643.62-377, tanggal 4 Juni 1997 tentang Pengesahan Surat Keputusan Gubernur NTB Nomor 128/1995 tanggal 13 April 1995.