Mahkamah Kehormatan Majelis MPR Segera Dibuat, HNW Jelaskan Fungsinya

Mahkamah Kehormatan Majelis MPR Segera Dibuat, HNW Jelaskan Fungsinya

Nurcholis Ma'arif - detikNews
Sabtu, 24 Okt 2020 21:17 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid
Foto: dok MPR
Jakarta -

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menyebut MPR RI akan segera membentuk Mahkamah Kehormatan Majelis (MKM) seperti yang pernah diusulkannya. MKM akan menjadi simbol komitmen menghadirkan etika dan pentingnya praktik etika moral serta akhlak dalam berbangsa dan bernegara dalam bingkai 4 pilar MPR.

"Mahkamah Kehormatan Majelis bisa menjadi simbol dan menguatkan komitmen beretika dalam melaksanakan 4 pilar MPR RI dan bertujuan untuk mendorong serta mengawasi lembaga MPR, para pimpinan dan anggota MPR RI itu bisa menjadi contoh dalam memegang prinsip etika, moral, dan akhlak dalam berbangsa dan bernegara," ujar dia dalam keterangannya, Sabtu (24/10/2020).

Dalam temu tokoh masyarakat yang diselenggarakan Ormas Garuda Keadilan Sumatera Barat secara virtual, HNW menyatakan 4 Pilar MPR RI yang perlu dipahami lebih jauh oleh masyarakat adalah terkait pengenalan, pemahaman dan pengamalan Pancasila, UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menuturkan selain penting untuk dipahami, 4 Pilar juga perlu diaktualisasikan dan dikontekstualisasikan agar para tokoh masyarakat dan kalangan tokoh-tokoh pemuda dapat menerapkannya dalam tataran praktis.

"Tujuannya agar tokoh masyarakat dan tokoh muda dengan contoh yang diberikan oleh pimpinan dan anggota MPR RI, dapat mengenal untuk makin mencintai, menjaga, mengamalkan serta membela pilar-pilar tersebut di tengah peluang dan tantangan masa kini maupun masa yang akan datang, baik yang datang dari dalam negeri maupun yang bersumber dari luar negeri," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Selain itu, kata HNW, diharapkan setelah sosialisasi ini para tokoh masyarakat dan pemuda juga dapat mendorong hadirnya komitmen menjaga dan menguatkan ber-NKRI sesuai dengan realisasi cita-cita proklamasi dan cita-cita reformasi.

"Apalagi untuk warga Minang, NKRI adalah warisan jihad dan ijtihad perjuangan tokoh Partai Islam Masyumi, yang berasal dari Minang, beliau adalah M Natsir. Agar nanti NKRI itu dapat diwariskan dengan sebaik-baiknya kepada generasi milenial dan anak cucu saat nanti memperingati 100 tahun Indonesia Merdeka," tukasnya.

Menurut HNW, hal itu dapat berjalan dengan baik, apabila para pemimpin bangsa dan tokoh masyarakat dapat menerapkan 4 Pilar itu dalam semangat moral, etika, akhlak dalam berbangsa dan bernegara.

"Hadirnya prinsip etika, akhlak, moral berbangsa dan bernegara itulah yang membuat para bapak/ibu bangsa dahulu memposisikan diri sebagai pemimpin masyarakat dan bangsa, dengan berbagai keunggulan yang mereka miliki, sekalipun mereka berlatar belakang yang sangat beragam," ujar dia.

"Tapi karena etika yang tinggi, mereka dapat mengatasi berbagai halang rintangan, dan menyepakati 4 Pilar kebangsaan, dengan menghadirkan Republik Indonesia Merdeka dengan Pancasila, UUD 45, Hidupi Bhinneka Tunggal Ika dan menyelamatkan NKRI," jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut HNW, untuk dapat berkontribusi menjaga prinsip etika, akhlak, dan moral berbangsa dan negara, MPR yang menyosialisasikan 4 pilar, dan sebagai lembaga yang membuat TAP MPR no VI tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, sangat wajar bila mementingkan pembentukan MKM bagi para pimpinan dan anggota MPR.

"Selain karena perlunya keteladanan, bangsa Indonesia yang paternalistik, juga agar selalu disegarkan rujukan kepada tingkah laku para bapak/ibu bangsa, pimpinan lembaga-lembaga negara, termasuk para pimpinan dan anggota MPR RI," ujarnya.

HNW berharap agar pimpinan MPR RI, anggota dan tokoh masyarakat dapat saling menguatkan dalam komitmen dan praktik etika, agar bisa selalu mendukung untuk mengatasi berbagai penyakit masyarakat dan berbangsa. Misalnya dekadensi moral, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), korupsi (termasuk korupsi perundangan), ketidakadilan hukum, ketimpangan sosial dan ekonomi, pembelahan bangsa, oligarki ekonomi dan politik serta banyak persoalan lainnya.

"Apabila permasalahan itu tidak diatasi segera, maka berpotensi menghambat upaya kolektif untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan/proklamasi dan reformasi. Makanya, kita memerlukan lembaga-lembaga yang terus menyuarakan, menegakkan dan mempraktekkan etika, moral, dan akhlak dalam kehidupan berbangsa," ujarnya.

HNW menuturkan lembaga-lembaga etik tersebut telah dimiliki oleh berbagai lembaga negara, seperti DPR, DPD, Komisi Yudisial (KY), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Namun, sayangnya MPR selaku lembaga yang mengelola sosialisasi 4 Pilar dan memiliki dasar hukum TAP MPR No. VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang menjadi rujukan lembaga negara lainnya, malah belum memiliki forum khusus yang mengurusi persoalan etika.

"Oleh karena itu, bersamaan dengan adanya kesepakatan antara Ketua MPR, Ketua KY, Ketua DKPP, untuk penyelenggaraan Konferensi Nasional Mahkamah Etik, saya pernah mengusulkan kepada Pimpinan MPR agar MPR terlebih dahulu membentuk lembaga yang terkait dengan penegakan etika di lingkungan MPR. Dan Alhamdulillah, dalam 2 rapat pimpinan MPR maupun rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi-fraksi dan kelompok anggota (DPD), disepakatilah pembentukan Mahkamah Kehormatan Majelis (MKM) itu," jelasnya.

HNW menilai kesepakatan atau persetujuan ini merupakan satu langkah yang sangat maju, walau masih akan dibahas lebih lanjut apakah lembaga penegak etika di MPR itu nanti berbentuk ad hoc atau bersifat permanen.

"Saya pribadi mengusulkan agar Mahkamah Kehormatan Majelis di MPR itu dibentuk secara permanen, bukan secara ad hoc," ujarnya.

"Alasan perlu dibentuk secara permanen karena bisa sebagai simbol maupun bentuk komitmen permanen MPR dalam melaksanakan TAP MPR No. VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang dibuatnya sendiri. Kalau DPR dan DPD saja mempunyai lembaga yang permanen, bukan hanya ad hoc, maka sangat wajar bila MPR juga punya lembaga sejenis yang juga permanen," sambungnya.

Diungkapkannya, lembaga ini juga untuk mengawal dan membela kepentingan anggota dan pimpinan MPR tidak hanya secara ad hoc, melainkan sepanjang waktu. Sebab eksistensi dan kegiatan mereka di MPR juga bersifat berkelanjutan, tidak ad hoc saja.

Misalnya kegiatan sosialisasi 4 Pilar MPR yang bersifat permanen dan berkelanjutan dan potensial memerlukan hadirnya MKM untuk menyemangati, mengawal kehormatan MPR, anggota, dan program-programnya. Apalagi faktanya banyak kegiatan dan program-program MPR yang tidak ad hoc dan secara spesifik sangat khas, tidak dilakukan di DPR dan DPD.

"Sehingga MKM tidak tumpang tindih dengan apa yg diurusi oleh MKD-nya DPR dan BKD-nya DPD. Karena yang diurusi oleh MKD maupun BKD bukanlah yang akan diurusi oleh MKM-nya MPR, karena yang akan diurusi oleh MKM hanyalah yang terkait dengan MPR dan kegiatan di MPR saja," pungkasnya.

(mul/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads