Jaksa penuntut umum (JPU) menjawab eksepsi yang diajukan Anita Kolopaking dalam kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra. Jaksa meminta hakim menolak eksepsi Anita.
"Menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa Anita D Kolopaking, menerima dakwaan jaksa penuntut umum, melanjutkan pemeriksaan perkara pidana atas nama terdakwa Anita D Kolopaking. Apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," ujar jaksa Yeni Trimulyani dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jumat (23/10/2020).
Dalam eksepsinya Anita menyebut jaksa tidak dapat menjelaskan kapan dan bagaimana cara dirinya membuat surat jalan palsu. Menanggapi hal ini jaksa mengatakan eksepsi Anita telah masuk materi pokok perkara yang akan diperiksa dalam tahapan sidang selanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keberatan penasihat hukum telah memasuki materi pokok perkara, sehingga penuntut umum tidak akan menanggapi materi perkara yang tidak relevan, karena menyangkut pembuktian unsur delik pasal yang didakwakan yang pemeriksaannya akan dilakukan pada tahap selanjutnya," tuturnya.
Namun, jaksa menjelaskan bahwa dalam kasus ini Anita sebelumnya mendatangi kantor Brigjen Prasetijo Utomo untuk mengambil surat jalan palsu. Selanjutnya, surat jalan itu dikirimkan kepada Djoko Tjandra melalui email.
"Terdakwa Anita Kolopaking datang ke kantor Brigjen Prasetijo Utomo untuk mengambil surat jalan, surat keterangan kesehatan atas nama Djoko Tjandra. Setelah Anita Kolopaking mendapatkan dokumen-dokumen tersebut, saksi Prasetijo Utomo lalu men-scan, lalu mengirim pada Djoko Tjandra," tuturnya.
Jaksa juga membantah bahwa surat dakwaan dibuat secara tidak cermat. Menurutnya, pihak Anita perlu membaca surat dakwaan secara lengkap.
"Dan dalam surat dakwaan jaksa telah menerangkan secara jelas tindak pidana yang dilakukan terdakwa secara terang dan jelas. Seharusnya penasihat hukum hendaknya membaca seluruh surat dakwaan secara utuh, tidak sepotong-sepotong," pungkasnya.
Dalam kasus ini, Anita Dewi Anggraeni Kolopaking didakwa bersama-sama Brigjen Prasetijo Utomo dan Djoko Tjandra memalsukan surat untuk kepentingan beberapa hal. Djoko Tjandra saat itu berstatus terpidana perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang telah buron sejak 2009.
Mereka didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 263 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan untuk Prasetijo didakwa melanggar tiga pasal yakni Pasal 263 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1, Pasal 426 ayat 2 KUHP jo Pasal 64 KUHP ayat 1 dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.