Fredrich Yunadi, terpidana kasus merintangi penyidikan KPK atas mantan Ketum Golkar Setya Novanto (Setnov) di kasus korupsi proyek e-KTP, mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Inti dari isi PK adalah meminta dirinya dibebaskan dari penjara.
Sidang dibuka oleh majelis hakim di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakpus, Jumat (23/10/2020). Fredrich sendiri tidak hadir di PN Tipikor, tapi hadir secara virtual.
Pengacara Fredrich, Rudy Marjono mengatakan dalam permohonannya itu kliennya minta dibebaskan. Rudy menilai perbuatan kliennya di kasus perintangan penyidikan koruptor e-KTP, Setnov itu sekadar menjalankan profesi sebagai advokat.
"Ya pada prinsipnya kami apa yang dilakukan Pak Fredrich tidak bersalah. Ya mohon dibebaskan ya, bukan perbuatan melawan hukum, karena dia menjalankan profesi, itu aja," ujar Rudy usai sidang.
Rudy mengatakan PK yang diajukan kliennya akan mengupas masalah penerapan hukum terkait kasus Fredrich. Dia mengatakan akan menghadiri saksi-saksi yang mendukung permohonan Fredrich.
"Untuk masalah permohonan PK Pak Fredrich itukan normatif aja. Jadi hal-hak terkait adanya novum yang belum diajukan, disampaikan di pengadilan sekarang disampaikan. Terus tambahan dari ahli kan gitu, kemudian di sisi lain kita mengupas masalah penerapan hukum," katanya.
Terkait permohonan PK, Rudy enggan menjelaskan rinci apa saja permohonan yang tertuang di situ. Sebab, Fredrich tidak memberi izin.
Dalam kasus ini, Fredrich Yunadi dijatuhkan hukuman 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Fredrich Yunadi terbukti merintangi penyidikan KPK terhadap Novanto dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Singkat cerita, Fredrich kemudian mengajukan kasasi atas vonis yang diterimanya. Kasasi yang diajukan Fredrich itu ditolak Mahkamah Agung.
MA menambah hukuman Fredrich Yunadi selama 6 bulan penjara. Total ia harus menghuni penjara selama 7,5 tahun.