Keluarga Pejuang Tolak Ganti Rugi dari Belanda Demi Harga Diri

Round-up

Keluarga Pejuang Tolak Ganti Rugi dari Belanda Demi Harga Diri

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 22 Okt 2020 04:21 WIB
Museum Dutsch Resistance di Amsterdam mengelar pameran foto bertajuk Colonial War 1945-1948. Sejumlah foto yang dipamerkan memperlihatkan aksi pasukan kolonial menjajah Indonesia
Iustrasi (Foto: Thecreatorsproject)
Jakarta -

Pembantaian yang dilakukan serdadu Belanda kepada pejuang kemerdekaan Indonesia diperkarakan di Pengadilan. Pemerintah Belanda menawarkan ganti rugi kepada anak-anak dari warga Indonesia yang dieksekusi oleh serdadu Belanda saat perang kemerdekaan.

Namun ternyata, tak semua keluarga korban pembantaian yang mengharapkan kompensasi itu. Seperti Andi Makmur Makka (75), anak dari korban eksekusi serdadu Belanda.

Ayahnya, Makkarumpa Daeng Parani, dieksekusi di wilayah Parepare sekitar 1947. Tidak hanya ayahnya, ketiga saudaranya juga disebut hilang selama perang kemerdekaan melawan Belanda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Iya hilang, 3 saudara saya hilang. Bapak saya dan 3 saudara saya ikut. Ketika bapak saya tertembak, kakak saya yang kedua baru mendarat untuk melakukan penyerangan kepada belanda, dan tidak pernah ketemu," cerita Andi Makmur saat berbincang dengan detikcom, Rabu (22/10/2020).

Andi Makmur menjelaskan bahwa dia sempat dihubungi oleh seseorang bernama Ivonne, yang merupakan orang keturunan Indonesia yang bermukim di Jerman. Menurutnya, permintaan kompensasi ini diprakarsai oleh orang-orang keturunan Indonesia yang bermukim di Belanda dan Jerman.

ADVERTISEMENT

Dari hasil investigasinya, tidak pernah ada suara bulat soal jumlah korban serdadu Belanda mencapai 40 ribu jiwa. Pendapat lain saat itu, kata Andi Makmur, korban di Sulsel sekitar 7.000 jiwa, tetapi belum termasuk korban dari rakyat biasa yang ditembak karena disebut melindungi pejuang kemerdekaan kala itu.

"Jadi memang dari dulu dia (Ivonne) mencari anak anak korban yang ada di Sulsel, banyak kan di Sulsel. Kemudian mereka membikin apa namanya gerakan di sana, semacam yayasan sukarela, seperti LSM, menghubungkan orang ini dengan pemerintah Belanda, dan pengacaranya orang Belanda," ungkapnya.

Dikatakannya, tuntutan kepada pemerintah Belanda soal kompensasi itu, ada yang berhasil dan ada yang tidak. Namun, kendala yang dihadapi adalah soal penelusuran anak-anak yang orang tuanya menjadi korban serdadu Belanda.

Tujuan yang dilakukan kelompok Ivonne ini pun tidak serta merta disambut dengan baik oleh keturunan para korban. Andi mengatakan, ada yang berprinsip bahwa perjuangan orang tua mereka tidak pantas dihargai dengan kompensasi.

"Ada yang berprinsip perjuangan dan pengorbanan orang tua mereka tidak pantas dihargai dengan kompensasi seperti itu. Bukan soal kecil dan banyaknya, tetapi mereka punya semacam harga diri, tidak ingin jasa orangtua mereka dinilai dengan uang," kata Andi Makmur.

Bagi Andi Makmur, dia menilai mungkin masih ada keluarga korban lainnya yang membutuhkan dana kompensasi itu, meski dia sendiri menolak tawaran itu.

"Kalau saya mungkin menilai ada lebih yang perlu, dan mungkin juga ditolak (tawaran itu). Jadi ada dua pendapat masing-masing. Janganlah pengorbanan mereka dihargai (kompensasi), Kalau kita kejar kan, kematian bapak atau saudara kita minta diberi kompensasi itu berupa harga diri juga," tandas dia.

Di sana, mereka mendirikan sebuah yayasan untuk mencari anak-anak korban serdadu Belanda yang berada di Sulawesi. Pada sekitar 1974, Andi Makmur saat menjadi wartawan pernah melakukan investigasi soal jumlah korban oleh serdadu Belanda di Sulsel.

Diketahui, pembantaian yang dilakukan serdadu Belanda kepada pejuang kemerdekaan Indonesia diperkarakan di Pengadilan. Pemerintah Belanda bersedia memberi ganti rugi berupa kompensasi sebesar 5 ribu Euro atau setara Rp 86,6 juta kepada anak-anak dari semua pria Indonesia yang menjadi korban.

Pembantaian yang dimaksud dalam perkara ini adalah yang terjadi pada akhir 1940-an. Sikap Pemerintah Belanda ini berdasarkan putusan Pengadilan Belanda sebelumnya.

Halaman 2 dari 2
(dwia/eva)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads