Direktur Utama (Dirut) PT CMIT, Rahardjo Pratjihno, divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Rahardjo terbukti melakukan korupsi dalam proyek perangkat transportasi informasi terintegrasi (backbone coastal surveillance system) pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Rahardjo Pratjihno terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata hakim ketua saat membaca amar putusan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2020).
Rahardjo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda Rp 600 juta dengan ketentuan, bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ucap hakim.
Selain itu, majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan dengan membayar uang pengganti Rp 15 miliar dalam waktu 1 bulan setelah putusan inkrah. Jika dalam 1 bulan tidak membayar uang pengganti, diganti hukuman 3 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana tambahan membayar uang pengganti atas kerugian keuangan negara Rp 15.014.122.595 selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan hukum tetap," ucap hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan Rahardjo terbukti memperkaya diri senilai Rp 15 miliar dalam proyek Bakamla ini. Dakwaan dan tuntutan jaksa yang menyebut perbuatan Rahardjo korupsi Rp 60 miliar tidak dibenarkan hakim.
"Menimbang, majelis hakim berpendapat perbuatan terdakwa selaku Dirut PT CMIT yang memiliki commitment fee, yakni karena progres fisik baru mencapai 80 persen senilai Rp 78 miliar lebih belum mencapai 88 persen sebagaimana berita acara 10 Desember. Bahwa perbuatan terdakwa tersebut adalah melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara Bakamla RI sejumlah Rp 15.014.122.595," jelas hakim.
Kerugian negara Rp 15 miliar didapat dari pemberian commitment fee kepada Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsyi sebesar Rp 3,5 miliar dan Rp 11,5 miliar itu didapat dari permainan data proyek Bakamla yang dimainkan Rahardjo.
"Menimbang bahwa nilai pengerjaan terdakwa selaku Dirut CMIT adalah senilai Rp 138.505.920 tapi karena dilakukan pembayaran Rp 150 miliar seolah-olah padahal PT CMIT belum mencapai prestasi 81 persen, maka majelis hakim berpendapat ada kerugian dan memperkaya diri terdakwa, yaitu Rp 11.514.120.595," jelas hakim.
Selain itu, hakim mengatakan proses lelang Bakamla yang memenangkan PT CMIT adalah perbuatan melawan hukum. Hakim juga menyebut Rahardjo terbukti melakukan korupsi bersama-sama.
"Perbuatan terdakwa Rahardjo yang dilakukan bersama para tersangka dalam pengadaan lelang yang terintegrasi Bakamla adalah perbuatan secara melawan hukum. Menimbang bahwa demikian unsur secara melawan hukum telah terbukti sah dan meyakinkan perkara ini dilakukan bersama-bersama," kata hakim.
(zap/mae)