Kasus Illegal Logging Harus Pakai UU Tipikor
Rabu, 18 Jan 2006 19:10 WIB
Yogyakarta - Untuk memberantas dan menyeret para pelaku illegal logging atau pembalakan liar tidak cukup hanya memakai UU Kehutanan atau KUHP, namun perlu menggunakan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)."Sebab saat ini jumlah kerugian negara akibat kasus tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan Tipikor," kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Prasetyo.Hal ini disampaikan dia dalam acara "The Consultation Forum on Efforts to Combat Illegal Logging and Illegal Timber Trade" di Hotel Hyatt, Jl Palagan Tentara Pelajar, Yogyakarta, Rabu (18/1/2006)."Illegal logging perlu dijadikan musuh bersama untuk mengatasinya. Sebab dampak kerugian negara akibat illegal logging jauh lebih besar daripada korupsi. Umumnya kasus-kasus illegal logging itu hanya ditangani oleh kepolisian atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) saja," kata Prasetyo.Prasetyo mengatakan, mulai Januari 2003 hingga Desember 2005, sudah ada 3.918 kasus illegal logging yang telah ditangani kejaksaan.Pada tahun 2003, jumlah perkara yang masuk sebanyak 1.450 perkara dan berhasil diselesaikan sebanyak 1.114 perkara. Sedangkan perkara yang belum berhasil diselesaikan sebanyak 36 kasus.Selanjutnya pada tahun 2004, jumlah perkara yang ditangani sebanyak 784 kasus, yang berhasil diselesaikan sebanyak 772 kasus. Jumlah perkara yang belum berhasil diselesaikan sebanyak 48 kasus.Pada tahun 2005, jumlah perkara yang masuk sebanyak 1.734 kasus. Perkara yang berhasil diselesaikan sebanyak 1.612 kasus. Sedangkan sisa perkara yang belum berhasil diselesaikan sebanyak 122 kasus.Menurut Prasetyo, dibandingkan dengan kasus korupsi, kasus illegal logging mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 3,4 triliun. Sedangkan kasus korupsi mengakibatkan kerugian negara sebanyak Rp 2,7 triliun, dengan jumlah kasus yang ditangani oleh kejaksaan sebanyak 2.457 perkara.Dia mengatakan, pertimbangan Kejaksaan Agung menggunakan UU Tipikor 31/1999 juncto UU 20/2001 untuk menjerat pelaku karena illegal logging hanya sebagai sarana untuk memperkaya atau menguntungkan diri.Sedangkan kerugian negara akibat praktek illegal logging sangat besar dan terjadi dalam berbagai bentuk, seperti dalam pemberian izin yang tidak seusai, pemberian jatah tebang, menerima suap dari penebang kayu, hingga membiarkan pengrusakan hutan."Penerapan UU Tipikor terhadap illegal logging dalam skala besar sangat memungkinkan. Tidak hanya memudahkan dalam membuktikan, tapi juga memberikan sanksi lebih tajam daripada UU Kehutanan, yakni pidana mati atau penjara seumur hidup, serta tambahan uang pengganti atau denda, sehingga dapat menimbulkan efek jera, dan diharapkan jadi penyapu ranjau atau sweeper," katanya.Menurut dia, tahun 2005 ada 8 kasus illegal logging yang disidik kejaksaan memakai UU Tipikor yang disidangkan di pengadilan negeri. Namun sayangnya, majelis hakim memberikan vonis bebas, sehingga dilakukan upaya hukum kasasi."Kita terus berupaya melakukan penuntutan kasus illegal logging dengan UU Tipikor, dengan meminimalkan celah-celah hukum yang dapat dijadikan alasan pelaku untuk lolos dari jerat hukum, dan aparat penegak hukum lain yang belum merespons penerapan UU Tipikor, seperti halnya perkara perbankan, kredit macet BLBI dan pencurian listrik," katanya.
(sss/)