UU Cipta Kerja memperluas kategori 'tanah untuk kepentingan umum' yang bisa dibebaskan untuk pembangunan. Pembebasan tanah untuk kepentingan umum itu diperlakukan dengan khusus secara cepat.
Dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, ada 18 kategori 'tanah untuk kepentingan umum', yaitu:
1. Pertahanan dan keamanan nasional.
2. Jalan umum, jalan tol terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;
3. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air dan sanitasi bangunan pengairan lainnya;
4. Pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
5. Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
6. Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan/atau distribusi tenaga listrik;
7. Jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah;
8. Tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
9. Rumah sakit Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
10. Fasilitas keselamatan umum;
11. Tempat pemakaman umum Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
12. Fasilitas sosial, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau publik;
13. Cagar alam dan cagar budaya;
14. Kantor Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau Desa;
15. Penataan pemukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa termasuk untuk pembangunan rumah umum dan rumah khusus;
16. Prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
17. Prasarana olahraga Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
18. Pasar umum dan lapangan parkir umum:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, dalam UU Cipta Kerja yang dikutip detikcom, Kamis (8/10/2020), kategori tersebut ditambah dengan:
1. Kawasan Industri Hulu dan Hilir Minyak dan Gas yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik Negara, atau badan usaha milik daerah;
2. Kawasan Ekonomi Khusus yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah;
3. Kawasan Industri yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah;
4. Kawasan Pariwisata yang diprakarsai dan dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara,, atau Badan Usaha Milik Daerah;
5. Kawasan Ketahanan Pangan yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah; dan
6. Kawasan pengembangan teknologi yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah.
Adapun pengaturan soal ganti rugi yang diatur dalam Pasal 36, diubah oleh UU Cipta Kerja, yaitu dari 3 pasal menjadi 5 pasal, yaitu:
1. Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
2. Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Lembaga Pertanahan disertai dengan berita acara.
3. Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final dan mengikat.
4. Besarnya nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dijadikan dasar untuk menetapkan bentuk Ganti Kerugian.
5. Musyawarah penetapan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah bersama dengan Penilai dengan para Pihak yang Berhak.