MA Sunat Vonis Eks Pejabat Kementan di Kasus Korupsi Benih Rp 209 M

MA Sunat Vonis Eks Pejabat Kementan di Kasus Korupsi Benih Rp 209 M

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 08 Okt 2020 09:57 WIB
Update gedung MA, Kamis (7/4/2016).
Gedung Mahkamah Agung (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman mantan pejabat di Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Hidayat Abdul Rahman dalam kasus korupsi Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) paket 1 tahun 2012. MA menyunat hukuman Hidayat dari 9 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.

Kasus bermula saat Kejagung menduga penyaluran BLBU berupa padi lahan kering, padi hibrida, padi nonhibrida, dan kedelai tidak sesuai varietasnya pada 2012. Proyek tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya atau fiktif. Nilai proyek dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 209 miliar.

Penyaluran BLBU paket I tahun 2012 ini mencakup wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung. Kejagung kemudian menyidik dan mendudukkan beberapa pejabat Kementan dan rekanan ke kursi panas. Salah satunya Hidayat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 11 Januari 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Hidayat. Hukuman diperberat di tingkat banding menjadi 4 tahun penjara.

Pada 23 Agustus 2016, majelis kasasi memperberat hukuman Hidayat menjadi 9 tahun penjara. Empat tahun setelah itu, Hidayat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) dan dikabulkan.

ADVERTISEMENT

"Mengabulkan permohonan pemohon PK," kata jubir MA hakim agung Andi Samsan Nganro saat dimintai konfirmasi detikcom, Kamis (8/10/2020).

Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Suhadi dengan anggota majelis M Askin dan Eddy Army. Majelis mengubah hukuman Hidayat menjadi 5 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta. Bila denda tak dibayar, diganti 6 bulan kurungan. Putusan itu diketok pada 28 September 2020.

Adapun pertimbangan majelis hakim PK mengurangi hukuman terpidana/pemohon PK adalah terjadi perbedaan hukuman yang mencolok dengan hukuman perkara splitsing-nya sehingga, untuk menghindari disparitas pemidanaan yang mengusik rasa keadilan, pidana yang dijatuhkan kepada terpidana/pemohon PK perlu diperbaiki/dikurangi.

"Putusan tersebut tidak bulat sehingga diputus dengan suara terbanyak, karena ketua majelis PK Suhadi menyatakan DO," ucap Andi Saman Nganro.

(asp/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads