DPR RI memutuskan tetap tak melakukan lockdown meski 18 anggota Dewan dinyatakan positif virus Corona (COVID-19). Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengkritik langkah DPR itu.
Peneliti Formappi Lucius Karus awalnya mengkritik alasan DPR yang memajukan jadwal pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja karena banyak legislator yang terpapar Corona. Lucius menilai alasan tersebut konyol.
"Keputusan DPR memajukan jadwal paripurna penutupan masa sidang I tahun sidang 2020-2021 pada Senin, 5 Oktober, dari jadwal sebelumnya tanggal 8 Oktober dengan menjadikan penambahan jumlah kasus COVID yang hinggap di kompleks parlemen terlihat sebagai alasan yang konyol, sih," kata Lucius, Rabu (7/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lucius kemudian menyinggung soal pemahaman DPR terhadap virus Corona. Menurutnya, pemahaman DPR terhadap Corona rendah dan menghasilkan keputusan yang gagal.
"Saya langsung membayangkan tingkat pemahaman DPR pada karakter COVID-19 ini begitu rendahnya, sehingga gagal membuat keputusan yang tepat soal agenda rapat di tengah pandemi. Terus bagaimana kita bisa mengharapkan DPR dengan pemahaman minim terhadap COVID-19 mau memikirkan dan menginisiasi kebijakan yang strategis untuk mengatasi pandemi?" ujar Lucius.
"Saya jadi berpikir, wah, pantesan nggak pernah keluar dengan usulan kebijakan ciamik dari DPR selama pandemi ini, ternyata mereka memang kurang paham dengan cara kerja COVID-19," tambahnya.
Menurut Lucius, DPR sudah mengetahui jumlah korban akibat Corona ini bertambah semakin banyak, namun masih nekat menggelar rapat paripurna. Lucius mempertanyakan kembali pemahaman DPR terkait Corona.
"La ini DPR, sudah tahu jumlah korban bertambah banyak, mereka kok masih nekat saja sih bikin pertemuan paripurna itu? Di mana pemahaman dan kepedulian mereka untuk menekan penambahan kasus jika mereka sendiri menyediakan sarana berupa agenda rapat yang melibatkan banyak orang?" ucapnya.