Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyoroti ketenangan Djumadil Al Fajri (26), salah satu pelaku mutilasi Rinaldi Harley Wismanu. Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, melihat kaitan ketenangan ini dari sisi berbeda. Dia menduga pelaku sudah pernah melakukan kejahatan dengan modus yang sama.
"Aksi mutilasi, menyusul pembunuhan, yang dilakukan LAS dan DFA memang sadis. Kesadisan itu diasosiasikan dengan luapan emosi negatif. Faktanya, mengacu investigasi Polda Metro Jaya, tidak demikian," kata Reza Indragiri dalam keterangannya, Minggu (20/9/2020).
"Kasus ini tampaknya termasuk tipe pembunuhan instrumental-gratifikasi (ekonomi). Niat awal para pelaku adalah merampas harta. Tapi karena korban melawan, terjadi benturan fatal. Perilaku pelaku kebablasan, sehingga perampokan/pemerasan berencana justru menjadi pembunuhan," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Reza menilai kejahatan yang dilakukan oleh oleh pelaku tak didorong oleh emosi, melainkan motif instrumental.
"Aksi mutilasi mereka pun bukan didorong oleh emosi, tapi dilatari motif instrumental (tidak ada sangkut pautnya dengan suasana hati) pula, yaitu untuk menghalangi kerja kepolisian. Tubuh korban dicacah-cacah dengan maksud agar barang bukti lebih mudah dihilangkan, pelarian diri dari TKP lebih cepat, dan korban tidak dapat diidentifikasi," ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa pelaku melakukan modusnya dengan rapi. Maka dari itu, dia menduga bahwa kejahatan dengan modus serupa juga pernah dilakukan pelaku.
"Modus yang rapi, yaitu menjebak korban secara seksual, boleh jadi mengindikasikan bahwa secara berkelompok para pelaku pernah melakukan modus serupa sebelumnya. Alhasil, betapa pun kebablasan, penggunaan modus yang sama atas diri korban terakhir merupakan bukti kefasihan sekaligus puncak karir kriminal para pelaku. Kriminal generalis, bukan spesialis pembunuhan," tuturnya.
Tonton juga 'Polisi: Tersangka Jumadil Al Fajri Belajar Mutilasi dari YouTube':
Reza pun mendorong agar para pelaku dihukum dengan ancaman pidana maksimal. Hal ini berangkat dari asumsi dugaan riwayat kejahatan.
"Dengan asumsi adanya riwayat kejahatan dan kefasihan sebagai hasil belajar, ditambah dengan hasil studi bahwa faktor finansial merupakan prediktor yang kuat bagi residivisme pelaku pembunuhan, maka semoga Polda Metro Jaya dan Kejaksaan memaksimalkan ancaman pidana bagi dua sejoli maut itu," tegasnya.
Sebelumnya, Yusri Yunus menyoroti ketenangan Fajri. Dari 37 adegan rekonstruksi yang dilakukan, peran Fajri lebih banyak dibanding dengan tersangka Laeli Atik Supriatin (27).
"Ketenangan yang seperti itu karena yang banyak melakukan di sini tersangka DAF ini, inilah yang kita nantinya akan kita antar ke psikiater. Tapi kalau dilihat dari bentuknya, tidak ada sakit jiwanya, tidak ada. Orang normal dia," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Minggu (20/9).
Yusri menjelaskan, Fajri dan Laeli membunuh Rinaldi di Apartemen Mansion, Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada (9/9). Korban kemudian dimutilasi.
Potongan tubuh korban itu kemudian disimpan selama 3 hari di Apartemen Mansion. Setelah itu, pada (12/9), kedua pelaku membawa potongan tubuh korban ke Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, menggunakan koper.
Setelah itu, pada (13/9), kedua pelaku kembali membawa potongan tubuh korban untuk dibawa ke Apartemen Kalibata City. Namun keduanya tertidur di Apartemen Mansion bersama jenazah korban karena kelelahan.