Waketum PPP Arwani Thomafi menyoroti izin menggelar konser musik untuk kampanye Pilkada 2020 di tengah pandemi COVID-19. Arwani meminta KPU secara tegas melarang gelaran konser musik untuk kampanye pilkada..
"Iya, dalam kondisi seperti ini opsinya harus tegas dilarang saja," kata Arwani kepada wartawan, Rabu (16/9/2020).
Aturan dibolehkannya konser musik untuk kampanye mengacu pada Pasal 63 ayat (1) huruf b PKPU Nomor 10 Tahun 2020. Dalam ayat (2) di pasal yang sama, disebutkan bahwa syarat kegiatan itu adalah dibatasi maksimal 100 orang serta menerapkan protokol kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arwani meminta KPU tidak menggunakan aturan dalam PKPU itu sebagai acuan memperbolehkan konser musik dalam Pilkada di tengah pandemi. Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu, semua kegiatan yang diizinkan selama tahapan pilkada harus sesuai dengan aturan penerapan protokol kesehatan.
"Oleh karena itu, kami meminta KPU untuk tidak menggunakan ketentuan ini sebagai bagian evaluasi atas pelaksanaan tahapan pendaftaran pada awal September lalu, yang nyatanya dilanggar banyak oleh bapaslon. Semua kegiatan yang dibolehkan basisnya adalah penerapan protokol kesehatan," tegasnya.
Arwani meminta KPU melakukan evaluasi pelaksanaan tahapan di pilkada. Ia menilai tidak ada jaminan jika konser musik akan bisa menerapkan protokol kesehatan.
"Evaluasi atas pelaksanaan tahapan pendaftaran bapaslon pada awal September kemarin, rasanya sulit menerapkan protokol kesehatan COVID-19 melalui kegiatan konser musik yang memang mudah mengundang massa untuk hadir. Tidak ada jaminan, kegiatan konser musik tidak melibatkan banyak orang," tuturnya.
Simak video 'KPU Izinkan Konser Musik di Pilkada, Komisi IX: Massa Harus Dikontrol':
Lebih lanjut, Arwani mengatakan perlu ada sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan selama masa Pilkada 2020. Komisi II juga telah meminta KPU memperjelas dan mempertegas sanksi yang akan diberikan kepada paslon yang kedapatan tidak menerapkan protokol kesehatan.
"Jadi kemarin Komisi II minta diperjelas dan dipertegas itu misalnya begini. Misalnya sanksi untuk paslon ketika melakukan pelanggaran penerapan protokol kesehatan dalam kampanye fisik, lalu diberikan kartu kuning misalnya mulai dari peringatan. Lalu kalau melanggar lagi nanti diberi kartu kuning bentuknya pengurangan jatah kampanye fisik. Misalnya, jatah kampanye fisiknya 10 dikurangi jadi 8," ujar Arwani.
"Lalu kalau masih nggak patuh lagi, melanggar lagi, mungkin ditambahi lagi pengurangannya, sampai pelarangan mengikuti kampanye fisik secara keseluruhan, hanya boleh kampanye virtual. Opsi-opsi atau bentuk-bentuk sanksi itu harus dirumuskan agar penerapan itu betul-betul menjadi kesadaran. Sampai pada misalnya sanksi diskualifikasi. Saya kira dibuka saja opsi itu," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Satgas COVID-19 menyoroti dibolehkannya konser musik dalam kampanye Pilkada 2020. KPU menyebut tidak dapat mengubah aturan tersebut karena dibuat berlandaskan undang-undang.
"Semua itu bisa di PKPU karena memang ada ketentuan peraturan UU yang mengatur bagaimana proses-proses substansi dilakukan dalam pemilihan, tentu berdasarkan UU pemilihan. Bentuk-betuk kampanye juga sudah diatur di situ, tentu KPU tidak bisa mengubah dan meniadakannya," ujar komisioner KPU I Dewa Raka Sandi, pada acara 'Evaluasi Penerapan Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 dalam Pemilihan Serentak 2020', Selasa (15/9).