PAN menyoroti sikap Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang justru membongkar aib perusahaan tersebut ke publik. Langkah Ahok itu dinilai tidak tepat.
"Menurut pandangan kami, apa yang dilakukan Pak Ahok tentu tidak tepat, tidak pas. Sampai mengumumkan atau mempublikasikan permasalahan di internal Pertamina itu kepada pihak luar, terutama kepada masyarakat umum melalui media," kata Sekjen PAN Eddy Soeparno kepada wartawan, Rabu (16/9/2020).
Eddy mengatakan ada mekanisme di internal Pertamina jika ada masalah. Wakil Ketua Komisi VII DPR yang membidangi energi itu juga menegaskan hasil rapat direksi ataupun komisaris seharusnya tidak diungkap ke publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika memang ada permasalahan di dalam tubuh Pertamina terkait direksi, terkait proses bisnis yang berjalan, terkait keputusan-keputusan investasi atau apa pun namanya, Pak Ahok itu memiliki mekanisme di dalam internal Pertamina untuk melaksanakan tugas dan pokok fungsinya sebagai Komisaris Utama," ujar Eddy.
Baca juga: Ahok Bongkar Aib Pertamina, DPR Bersuara |
"Memanggil direksi melalui rapat komisaris dan direksi dan menyampaikan keluhan-keluhan tersebut. Dan hasil temuan, hasil rapat itu adalah khusus konsumsi internal dari Perseroan, tidak boleh dipublikasikan," imbuhnya.
Lebih lanjut, menurut Eddy, jika ada hal yang harus dibawa ke ranah pemegang saham, Pertamina bisa melibatkan Kementerian BUMN. Hasil rapat bersama Kementerian pun ditegaskannya juga tidak bisa dibawa ke publik.
"Melibatkan siapa? Kementerian BUMN, karena Pertamina ini masih belum perusahaan Tbk, dan dibahas bersama perwakilan-perwakilan dari pemegang saham yang memang berwenang untuk membuat keputusan terkait Pertamina. Dan itu pun hasil dari rapat itu tidak boleh dipublikasikan keluar, karena Pertamina merupakan perusahaan tertutup. Dan rapat-rapat tersebut saya yakin adalah rapat-rapat tertutup," tuturnya.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi VI DPR F-PAN, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, mengatakan pejabat di BUMN harus berhati-hati membuat pernyataan ke publik karena bisa mempengaruhi reputasi perusahaan dan berdampak ke investor. Menurut Eko, Ahok sebaiknya melaporkan ke Menteri BUMN Erick Thohir jika menemukan sesuatu yang tidak beres.
"Sebagai Komisaris Utama, Pak Ahok perlu memiliki instrumen pengawasan dan mekanisme di internal secara utuh dan bahkan bisa membantu melaporkan dan merekomendasikan langsung ke Menteri BUMN apabila ditemukan fakta adanya praktik-praktik menyimpang yang dilakukan oknum-oknum direksi tersebut," kata Eko.
Simak video 'Ahok Bongkar Aib Pertamina, DPR Bersuara':
Eko yang duduk di komisi yang bermitra dengan Kementerian BUMN itu juga menyebut pihaknya bersedia mendengar masukan Ahok untuk mengawal pengawasan BUMN. Ia pun menyarankan agar Ahok menggunakan tenaganya untuk mencari solusi dan berfokus memperbaiki Pertamina.
"Saya menilai bahwa energi yang dimiliki Ahok seharusnya bisa digunakan untuk ikut mencari solusi bersama untuk mengatasi permasalahan instansi yang dipimpinnya saat ini. Seharusnya Pak Ahok bisa lebih fokus untuk bekerja sama dengan Kementerian BUMN agar sama-sama mencari solusi dalam perbaikan laporan keuangan Pertamina yang pada semester satu tahun ini merugi Rp 11,3 triliun," tegasnya.
Sebelumnya, Ahok yang membongkar aib Pertamina. Ahok menyebut direksi Pertamina punya hobi melobi menteri hingga direksi yang lebih suka berutang dan mendiamkan investor.
"Dia ganti direktur pun bisa tanpa kasih tahu saya, saya sempat marah-marah juga, jadi direksi-direksi semua mainnya lobinya ke menteri karena yang menentukan menteri. Komisaris pun rata-rata titipan kementerian-kementerian," kata Ahok dalam akun YouTube POIN.
Selain itu, Ahok mengungkap masalah lain, yakni manipulasi gaji. Ahok menyebut kerap menemui masalah terkait gaji, khususnya di jabatan direktur utama anak perusahaan.
"Orang dicopot dari jabatan direktur utama anak perusahaan, misal gaji Rp 100 juta lebih, masa dicopot gaji masih sama, alasannya dia sudah orang lama harusnya gaji mengikuti jabatan Anda," ujar Ahok.