Sejak ditinggal pergi oleh belahan jiwanya, Sri Artiwi pada 4 Oktober 2018, Sidarto Danusubroto tinggal sendirian di rumahnya di kawasan Kemang. Anak-anak dan para cucunya cuma tinggal di rumah masing-masing. Mereka akan datang bergantian saat akhir pekan atau sekedar untuk menemaninya makan.
Toh begitu, di usia 84tahun ini Sidarto tak merasa kesepian. Selain nyalak anjing hitam jenis Rottweiler di halaman depan, di halaman belakang rumahnya juga biasa riuh dengan kok ayam Cemani dan Kalkun. Kecuali Rottweiler yang baru dilepas saat malam, semua ayamnya dibiarkan bebas di halaman belakang di sekitar kolam renang.
"Saya suka mendengar suara Kalkun. Mereka juga yang biasa menyaksikan setiap kali saya berenang," kata Sidarto saat disambangi detik.com, Minggu (13/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hampir setiap pagi, sekitar pukul 09.00 dia biasa berenang selama 30 menit. Tak heran bila di usia tersebut anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu masih tampak bugar. Matanya masih awas, kemampuan mendengar, bicara, serta ingatannya pun masih tajam. "Cuma untuk makan sudah selektif dengan mengurangi karbo," imbuh ajudan terakhir Presiden Sukarno (Bung Karno) itu.
Sudah empat tahun Sidarto Danusubroto merawat tiga ekor ayam Cemani yang sekujur tubuhnya serba hitam. Ayamnya udah mulai bertelur. Harganya di pasaran sangat mahal, Rp 200 ribu perbutir. Sayang, telur-telur yang dihasilkan justru dimakan sendiri oleh induknya. Untuk seekor ayam Cemani harganya bisa mencapai Rp 5 juta. Bila di luar negeri, kata Sidarto, ada yang mencapat 2500 dolar AS.
Untuk Kalkun, Sidarto punya 8 ekor. Semuanya pemberian seorang peternak unggas di Gunung Sindur. Selain itu, masih ada tiga pasang merpati putih dan burung Nuri. Khusus untuk merpati, kata Sidarto, pernah beberaka kali melepasnya dari sangkar. "Tapi cuma terbang sebentar terus dia balik lagi ke sini," ujarnya.
(jat/jat)