Ketua MUI Sebut di Malaysia Cuma Dai Bersertifikat Boleh Ceramah

Ketua MUI Sebut di Malaysia Cuma Dai Bersertifikat Boleh Ceramah

Deden Gunawan - detikNews
Jumat, 11 Sep 2020 13:06 WIB
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, Cholil Nafis
Foto: Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis. (Lisye-detikcom)
Jakarta -

Program standardisasi yang telah dilaksanakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak bersifat memaksa dan mengikat. Hal ini berbeda dengan di negeri jiran Malaysia yang mengharuskan para dai mengikuti sertifikasi dahulu sebelum diizinkan terjun ke masyarakat untuk naik mimbar.

"Di Malaysia tidak ada penceramah boleh berceramah tanpa ada sertifikat dari pemerintah," kata Ketua Komisi Dakwah MUI KH M. Cholil Nafis yang meraih gelar Ph.D dari University of Malaya kepada detik.com, Kamis (10/9/2020).

Selain mewajibkan sertifikasi, ia melanjutkan, pemerintah Malaysia juga menunaikan kewajibannya dengan memberikan honor bulanan kepada para penceramah. Karena itu materi ceramah atau khutbahnya lebih banyak membawa misi pemerintah dan negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Indonesia penceramah yang membawa misi seperti itu dijalankan oleh para penyuluh agama dan penghulu. Saat ini jumlah mereka menurut catatan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama ada sekitar 50-an ribu orang.

"Kepada mereka yang mendapat anggaran dari negara seperti itu wajib mengikuti sertifikasi. Jangan sampai ada penyuluh agama bertentangan dengan NKRI," kata Cholil Nafis.

ADVERTISEMENT

Tetapi untuk para dai dan ustaz yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat tidak wajib mengikuti sertifikasi atau standardisasi. Begitu pun program yang dijalankan oleh MUI bersifat sukarela.

"Kami pun melakukannya tanpa memungut biaya kepada para peserta. MUI juga tidak mendapatkan bantuan dana dari Kementerian Agama," ujar Cholil Nafis yang mengikuti Post-Doctoral di Muhammad V University, Maroko pada 2013.

Standardisasi para dai oleh MUI, dia melanjutkan, antara lain dimaksudkan untuk menyamakan persepsi tentang pentingnya berdakwah dengan santun dan tidak menyakiti perasaan pihak lain. Selain itu para dai sebaiknya tidak lagi mempertentangkan antara Islam dan Pancasila, maupun Islam dan negara. "NKRI itu sudah final dengan dasar Pancasila," tegasnya.

Bila pedoman-pedoman dakwah semacam itu sudah dipahami dan dilaksanakan, niscaya masyarakat sendiri yang akan menyeleksinya. Mereka tak akan lagi mau mendengarkan para dai yang mengumbar kebencian atau masih mempertentangkan Islam dengan NKRI.

(jat/jat)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads