Sikap ketergesa-gesaan muncul akibat lebih dominannya perasaan dan emosi ketimbang akal, ilmu pengetahuan dan perencanaan. Akibatnya kemampuan akal tidak berfungsi dengan sempurna. Seperti yang kerap terjadi akhir-akhir ini, di mana terkadang kita lebih sering mengikuti dan jarang mempelopori. Kita hanya menukil tidak pernah berkreasi, menghafal dan jarang berfikir.
Sikap ketergesa-gesaan selalu menginginkan hasil lebih cepat. Misalnya ingin menanam hari ini dan mengetam pada keesokan harinya. Atau ingin menabur benih pada pagi hari dan memetik hasilnya pada sore hari. Tentu hal ini bertentangan dengan sunahtullah yang berlaku di bumi.
Ada sebuah contoh kejadian yang merugikan karena ketergesaan dalam mengambil keputusan, yakni saat perang jembatan pada 23 Sya'ban 13 H. Ini adalah perang antara pasukan Muslim yang dipimpin Abu 'Ubayd dan pasukan Persia pimpinan Bahman. Kedua pasukan berhadapan, markas pasukan Persia di sisi timur sungai Eufrat dan markas pasukan Muslim di sisi barat. Di belakang posisi umat Islam adalah negeri-negeri taklukan yang memungkinkan datangnya bantuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka, Bahman mengirim surat pada Abu "Ubayd. "Silakan kalian menyeberang dan mendatangi kami, atau kami yang menyeberang dan mendatangi kalian," tulis Bahman dalam suratnya.
Abu 'Ubayd meminta pendapat para penasihat perangnya. Mereka sepakat untuk tidak menyeberang. "Kita sudah berada pada posisi yang tepat untuk sewaktu-waktu mundur dan menyerang lagi," kata salah satu penasihatnya.
Tapi, Abu 'Ubayd berkeras ingin menyeberang sambil berkata, "Mereka tidak lebih takut mati dibandingkan kita. Kita akan datangi mereka!"
Di sini pengambilan keputusan perlu direnungkan dan ditimbang terlebih dahulu karena mereka (para penasihat perang ) sepakat tidak menyeberang, namun panglima perang langsung mengambil keputusan menyeberangi sungai. Akhir dari peperangan ini, pasukan Muslim mengalami kekalahan dan jumlah yang syahid mencapai 4.000 orang termasuk panglima pasukan Muslim.
Ini merupakan kekalahan pertama umat Islam setelah perang Uhud. Ketergesaan ini pada dasarnya akan membuahkan keputusan yang belum paripurna. Adakalanya kita akan masuk dalam perangkap lawan. Ada beberapa peringatan dari Allah swt seperti dalam Surat Ar-Rum ayat 60, yang artinya, "Maka bersabarlah engkau ( Muhammad ) sungguh janji Allah itu benar dan sekali-kali jangan sampai orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan engkau".
Dalam firman tersebut jelas terlihat bahwa perintah bersabar itu sangat terang. Sebab dengan bersabar kita akan bisa mengambil keputusan secara tepat. Kemaslahatan agama terletak dalam sabar, baik dalam melakukan ibadah atau memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga di semua keadaan, tindakan kita akan didorong menuju satu macam kesabaran sehingga tidak ada satupun tindakan yang melampaui batas kepatutan atau kelayakan.
Seorang sahabat r.a. berkata, "kami tidak pernah menganggap seseorang benar-benar beriman jika tidak bisa bersabar atas kesulitan yang dihadapinya."
Mudah-mudahan sikap sabar ini menjadi landasan bertindak dalam menentukan kebijakan bagi para Pemimpin negeri ini.
Aunur Rofiq
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia )
Sekjen DPP PPP 2014-2016.
*Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. --Terimakasih (Redaksi)--