Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik menepis adanya isu SARA dalam hukuman tidur di peti mati karena melanggar PSBB masa transisi. Sambil tertawa, Taufik menyebut kalau diikat pocong, akan lebih lama melakukan hukumannya.
"Ah kagak (ada isu sara), pocong lama ngikatnya, yang gampang-gampang aja," ucap sambil tertawa Taufik saat dihubungi, Jumat (4/9/2020).
Bagi Taufik, hukuman masuk peti mati, maupun ada tugu COVID dengan peti mati adalah suatu kreatifitas. Tidak ada pelanggaran aturan yang dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kreatif lingkungan masing-masing untuk membuat orang jera dan disiplin atas protokol kesehatan. Itu kreatif lingkungan," ujar politisi Gerindra tersebut.
Menurut Taufik, mudah-mudahan sanksi tersebut membuat masyarakat sadar protokol kesehatan untuk mencegah virus Corona (COVID-19).
"Mudah-mudahan lah, supaya orang sadar, 'loe bisa mati juga kalau kena COVID,'" katanya.
Sebelumnya, sebuah video seorang pelanggar PSBB transisi di Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada Rabu lalu diberi sanksi masuk ke peti mati. Kepala Satpol Provinsi PP DKI Jakarta Arifin memastikan tak ada lagi pelanggar PSBB yang masuk ke peti mati.
"Itu sudah kita clear-kan, nggak ada lagi yang gitu-gitu," ujar Arifin saat dihubungi.
Lalu, media sosial Twitter kini tengah ramai membicarakan mengenai hukuman masuk peti mati yang ada di Jakarta karena melanggar PSBB. Hukuman itu sendiri dipastikan tidak akan lagi dilakukan karena tidak tercantum dalam peraturan yang berlaku yakni, Pergub Nomor 79 Tahun 2020.
Hukuman tersebut rupanya ditanggapi oleh warganet di Twitter secara beragam. Bahkan, ada yang menyebut hukuman masuk peti mati itu sebagai bentuk kristenisasi. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria (Ariza) menepis isu tersebut.
"Nggak ada hubungannya orang di peti mati sama kristenisasi, orang yang perang juga dimasukkan ke peti mati, nggak ada masalah," ujar Ariza di Balai Balai Kota DKI Jakarta.
(aik/fjp)