Pimpinan KPK: Disparitas Hukum Tak Hanya pada Putusan, Tapi juga Penuntutan

Pimpinan KPK: Disparitas Hukum Tak Hanya pada Putusan, Tapi juga Penuntutan

Ibnu Hariyanto - detikNews
Jumat, 04 Sep 2020 17:24 WIB
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). Presiden Joko Widodo melantik lima pimpinan KPK periode 2019-2023 yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Foto: Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango (Antara Foto)
Jakarta -

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menilai terbitnya Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 bisa menjadi solusi terkait disparitas atau perbedaan hukuman bagi koruptor. Menurut Nawawi, disparitas hukum tidak hanya menyangkut putusan hakim, tetapi juga terjadi di tingkat penuntutan.

"Disparitas putusan adalah ketidakadilan yang sangat nyata. Bahkan, jika boleh jujur, selama ini disparitas tidak hanya terjadi pada putusan hakim, melainkan juga berlangsung di tingkat penuntutan oleh para penuntut umum," kata Nawawi dalam webinar bertema 'Korupsi, Disparitas Pemidanaan dan Perma Nomor 1/2020', Jumat (4/9/2020).

Ia mengatakan terbitnya Perma Nomor 1 Tahun 2020 sangat penting, terutama bagi para hakim. Sebab, menurutnya, selama ini putusan pengadilan terkait kasus korupsi belum ada penjelasan lebih detail mengenai alasan penjatuhan vonis hukuman penjara hingga pidana denda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagi para hakim keberadaan pedoman ini penting, karena seluruh putusan pengadilan yang menjadi objek kajian tidak memberikan penjelasan mengenai alasan penjatuhan hukuman dengan kurun waktu dan nilai uang tertentu, tetapi sebatas pada penguraian unsur-unsur tindak pidana dalam pembuktian perbuatan dan kesalahan," ujarnya.

Selain itu, Nawawi mengatakan terbitnya Perma Nomor 1 Tahun 2020 itu juga dijadikan salah satu acuan KPK dalam menyusun pedoman penuntutan. Namun, ia menekankan ruang lingkup pedoman penuntutan yang disusun KPK bakal lebih luas dari pada Perma Nomor 1 Tahun 2020 itu.

ADVERTISEMENT

"Tentu saja Perma Nomor 1 Tahun 2020 menjadi acuan juga. Tetapi perlu kami sampaikan bahwa penyusunan pedoman penuntutan yang dilakukan oleh komisi ini sudah berlangsung cukup lama juga. Bahkan, bisa kami sampaikan bahwa lingkup yang diatur di dalam pedoman penuntutan ini malahan akan lebih luas daripada apa yang dituangkan di dalam Perma 1 2020.

"Saya yakinkan bahwa mudah-mudahan ini akan sangat lebih bagus karena meliputi tidak saja Pasal 2, Pasal 3 tetapi meliputi tindak pidana-tindak pidana korupsi yang malah lebih banyak muncul di dalam prakteknya," tuturnya.

Sebelumnya, MA mengeluarkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020. Perma ini dibuat untuk menghindari disparitas (perbedaan) hukuman yang mencolok bagi satu koruptor dengan koruptor lainnya.

"Untuk menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa, diperlukan pedoman pemidanaan," demikian hal menimbang Perma Nomor 1 Tahun 2020 yang dikutip detikcom, Minggu (2/8).

Perma itu ditandatangani oleh Ketua MA Syarifuddin dan diundangkan pada 24 Juli 2020. Perma ini berlaku untuk terdakwa korupsi yang dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor. Prinsipnya, terdakwa merugikan keuangan negara.

Halaman 2 dari 2
(ibh/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads