Penting Nggak Penting Influencer di Mata Anggota Dewan

Round-Up

Penting Nggak Penting Influencer di Mata Anggota Dewan

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 02 Sep 2020 07:45 WIB
Poster
Ilustrasi (Foto: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Pemerintah menilai peran influencer sangat penting untuk perkembangan digital modern. Salah satunya dengan memanfaatkan influencer sebagai jembatan penghubung sekaligus sosialisasi kebijakan pemerintah kepada masyarakat.

"Pada konteks pemerintahan demokrasi, kelas menengah, kelompok sosial yang sangat aktif di dunia digital, selalu dibutuhkan sebagai jembatan komunikasi kebijakan pemerintah dengan seluruh warga. Oleh karenanya, dalam era masyarakat digital, para aktor digital yang merupakan key opinion leaders di banyak negara demokrasi sangat aktif mengambil peran penting dalam komunikasi kebijakan publik," kata Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (31/8/2020).

Fadjroel menuturkan, peran para aktor digital umumnya akan menyasar masyarakat kalangan menengah. Dia menyebut hal itu sebagai keniscayaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perkembangan masyarakat digital dengan peranan para aktor digital (salah satunya influencer) umumnya adalah kelas menengah adalah keniscayaan dari transformasi digital. Aktor digital akan terus berkembang dalam peran-peran penting membangun jaringan informasi yang berpengaruh terhadap aktivitas produktif sosial ekonomi dan politik," kata Fadjroel.

Fadjroel menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan Indonesia harus melakukan transformasi digital, sebagai prasyarat transformasi ekonomi dan demokrasi digital. Karena itu, kata dia, banyak bagian dari strategi kebijakan yang perlu berpijak pada sistem dan masyarakat digital.

ADVERTISEMENT

"Sebuah keniscayaan di era digital, para aktor digital menjadi pemain penting perubahan paradigma dari top-down strategy ke participative strategy, di mana publik berpartisipasi aktif dalam komunikasi kebijakan," tuturnya.

Pimpinan hingga anggota dewan turut mengomentari anggapan pemerintah mengenai peran influencer. Sejumlah pihak setuju, namun tak sedikit yang tidak setuju. Berikut rangkumannya:

Pimpinan DPR

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad angkat bicara mengenai peran influencer untuk sosialisasi program pemerintah. Ia menilai banyak sarana untuk melakukan hal itu selain melalui influencer.

"Saya pikir itu kan pemerintah bisa manfaatkan banyak untuk menjembatani, itu ada media, kemudian medsos, kemudian surat kabar dan kalau memang kurang itu bukan yang menjadi pokok bahwa influencer-influencer ini adalah jembatan yang menjadi pokok untuk menjembatani antara pemerintah dan masyarakat," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di kompleks MPR/DPR RI, Senayan, Selasa (1/9/2020).

Menurut Dasco, peran influencer hanya sebagian kecil dari banyak upaya yang dapat dilakukan pemerintah. Dia tak setuju jika pemerintah bergantung pada influencer.

"Nah ini hanya sebagian kecil mungkin cara pemerintah untuk menyampaikan program-programnya. Tetapi kalau fokusnya di influencer muda saya pikir kurang tepat kalau tergantung daripada itu," tuturnya.

Komisi I DPR Fraksi Nasdem

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi NasDem, Willy Aditya, turut mengomentari pentingnya peran influencer dalam menjembatani kebijakan pemerintah ke masyarakat. Ia menilai hal tersebut menunjukkan watak demokratis di era digitalisasi.

"Influencer ini kan hanya sebagai pengirim pesan karena dianggap mereka memiliki kedekatan dengan komunitasnya, follower-nya lah paling minim. Ini justru menunjukkan watak demokratisnya. Kebijakan negara yang dikomunikasikan dengan bahasa yang terdekat dengan publik ya hanya terjadi di era digital ini, lewat influencer. Jadi tidak ada yang salah," ujar Willy kepada wartawan, Selasa (1/9/2020).

Lebih lanjut Willy mengatakan perlu strategi khusus dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat. Terlebih Indonesia memiliki ratusan juta penduduk dengan berbagai bahasa dan budaya.

"Perlu dipahami juga bahwa mengomunikasikan suatu pesan apa lagi berupa kebijakan, kepada 270 juta penduduk dengan ratusan budaya, bahasa, dan beraneka ragam kebiasaan, itu perlu strategi komunikasi khusus," kata Wasekjen NasDem ini.

Komisi I DPR Fraksi PDIP

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin menganggap sahih pemberdayaan influencer dalam sosialisasi kebijakan pemerintah selama tidak menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Kalau kemudian yang melakukan masyarakat, boleh, dengan sukarela ingin menyampaikan, ingin mendukung pemerintah untuk menyampaikan informasi apa yang disampaikan pemerintah, sah-sah saja, yang tidak menggunakan APBN," kata Hasanuddin di kompleks MPR/DPR RI, Senayan, Selasa (1/9/2020).

Lebih lanjut Hasanuddin mengatakan perihal sosialisasi kebijakan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Dia mencontohkan sosialisasi kebijakan juga dapat dilakukan secara resmi oleh kementerian atau lembaga terkait.

"Sosialisasi itu dengan berbagai macam boleh saja. Ada yang memang sosialisasi dilakukan secara resmi oleh kementerian/lembaga terkait," ujarnya.

Komisi I DPR Fraksi PKB

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, Abdul Kadir Karding, menyebut peran influencer penting di era digital ini.

"Memang peran influencer ini sangatlah dibutuhkan untuk menjadi instrumen komunikasi publik, komunikasi kebijakan pemerintah, sekaligus juga memberi tanggapan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak tepat oleh masyarakat," kata Karding kepada wartawan, Selasa (1/9/2020).

Di sisi lain, Karding menilai peran influencer harus diarahkan untuk hal-hal positif. Influencer, menurutnya, tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

"Penggunaan influencer itu harus dibangun dengan iktikad baik, dengan niat dan nilai-nilai positif. Artinya, influencer ini betul-betul untuk menjadi bagian dari alat pemerintah untuk menyebarkan informasi-informasi tentang kebijakan-kebijakan yang telah diambil atau perilaku-perilaku kepemimpinan yang telah terjadi yang dilakukan oleh, khususnya pejabat publik maupun pemerintah," ujarnya.

"Pendek kata bahwa suka tidak suka kita harus menggunakan atau bermitra dengan influencer untuk tujuan-tujuan yang positif, yang baik bagi pembangunan bangsa kita," imbuhnya.

Komisi I DPR Fraksi PAN

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN, Farah Puteri Nahlia menilai influencer bukan opsi utama penyambung antara kebijakan pemerintah dan masyarakat. Farah menuturkan yang terpenting adalah kerja sama pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dalam mensosialisasikan kebijakan.

"Tentu nggak sebagai opsi utama ya, bisa sebagai opsi ke sekian. Tapi ya why not (kenapa tidak?), yang terpenting ya harus dari pemerintah bersama dinas terkait bersama DPR untuk bisa sosialisasi ke masyarakat," kata Farah di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (1/9/2020).

Soal melibatkan influencer, Farah berpendapat hal tersebut boleh saja dilakukan. Namun Farah menyarankan latar belakang influencer itu harus jelas positif, dan memang memiliki banyak pendukung atau penggemar.

"Selama influencernya punya influence yg besar dan bisa membantu ya why not. Ya kembali lagi harus dipastikan influencer ini backgroundnya positif pendukungnya banyak dan memang harus rajin diskusi ke pemerintah," tutur dia.

Komisi I DPR Fraksi Gerindra

Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon menilai pemerintah tak perlu menggunakan jasa influencer untuk membantu menyosialisasikan kebijakan kepada masyarakat. Fadli menyebut penggunaan jasa influencer untuk menyosialisasikan kebijakan menunjukkan pemerintah tak bisa berkomunikasi dengan masyarakat.

"Tak perlu ada jembatan lagi antara pemerintah dan warga. Dengan semua platform yang ada, pemerintah bisa langsung bicara dengan rakyat tanpa perantara," kata Fadli kepada wartawan, Selasa (1/9/2020).

"Adanya influencer, apalagi dibayar, menunjukkan pemerintah tak mampu berkomunikasi dengan rakyatnya sendiri, atau rakyat tak percaya apa yang disampaikan pemerintah sehingga harus ada pendukung key opinion leaders, yaitu influencer?" imbuhnya.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra itu menekankan pemerintah harus menjadi aktor utama dalam menyosialisasikan kebijakan. Fadli menekankan penggunaan jasa influencer berbayar sama saja dengan menghambur-hamburkan anggaran.

"Justru pemerintahlah sebagai key opinion leaders dalam menyampaikan program atau kebijakan, tidak perlu influencer berbayar. Itu penghamburan uang rakyat yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk hal lain yang lebih berguna," tuturnya.

Selain itu, Fadli mengatakan pemerintah seharusnya dapat melakukan komunikasi ke rakyat melalui kementerian/lembaga terkait. Menurutnya, adanya influencer berbayar menandakan pemerintah tak percaya diri.

"Harusnya kementerian, melalui humas dan aparat birokrasi, bisa langsung komunikasi dengan masyarakat terkait bidang masing-masing. Penggunaan influencer luar dan berbayar bisa diartikan pemerintah tak percaya diri dengan program atau kebijakannya," ujar Fadli.

Halaman 2 dari 3
(isa/aik)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads