Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengingatkan ada potensi pidana yang bisa menjerat pengguna kata 'anjay' meski bersifat candaan. Perlukan 'anjay' dikriminalisasi? Pakar bahasa menelaah secara hati-hati.
Kepala Bidang Pengembangan Pusat Pengembangan dan Pelindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dora Amalia, menjelaskan bahwa ada dua aspek penggunaan kata, yakni aspek bentuk dan aspek penggunaan. Dua aspek ini bisa diterapkan untuk menelaah 'anjay'.
"Pertama, secara bentuk, kata 'anjay' adalah bentukan kreatif dari 'anjing'. Secara makna, ini adalah makna yang umum. Anjing adalah binatang berkaki empat yang biasa digunakan untuk peliharaan. Begitulah aspek leksikalnya, netral saja," kata Dora kepada detikcom, Minggu (30/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun ada aspek kedua, yakni aspek penggunaan. Ketika digunakan, maka suatu kata tidak bisa lepas dari konteksnya. Kata umpatan 'anjing' berubah menjadi 'anjay'. Kata 'anjay' bisa saja dimaksudkan untuk umpatan meskipun sudah berubah bunyi. Namun tidak jarang juga, kata 'anjay' tidak dimaksudkan untuk mengumpat.
"Penggunaan kata 'anjay' untuk pemaknaan tingkat pertama, itu bisa menjadi umpatan. Di tingkat kedua, ada beberapa masyarakat yang menggunakan itu sebagai bentuk keakraban. Seperti di Jawa Timur, orang Jawa Timur bilang 'jancuk' ya tidak apa-apa karena mereka akrab," kata Dora.
Baca juga: Awas! Salah Pakai 'Anjay' Bisa Dipidana |
Untuk mempermasalahkan penggunaan suatu kata, perlu kajian pragmatik, yakni kajian pengguna dan penggunaan bahasa, serta implikasi tuturan itu. Tentu antara kasus satu dengan kasus lainnya bakal berbeda-beda, tergantung penggunaan.
Ada tujuh aspek dalam pragamatika bahasa, disingkat SPEAKING, yakni scene, participant, ends, acts sequence, key, instrumentalities, norms, dan genre. Semua aspek perlu diperjelas per kasus.