RUU Bahasa: Merek Wajib Diindonesiakan, Salahi UU Merek

RUU Bahasa: Merek Wajib Diindonesiakan, Salahi UU Merek

- detikNews
Senin, 09 Jan 2006 09:48 WIB
Jakarta - Jika di-acc, UU Bahasa yang kini masih berupa draf RUU, akan berdampak luar biasa. Para pengusaha yang memiliki merek dagang dari bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, harus beramai-ramai menggantinya ke dalam bahasa Indonesia.Hal ini sesuai dengan pasal 12 draf RUU Kebahasaan yang berbunyi: Merek dagang, iklan, nama perusahaan, nama bangunan/gedung, dan petunjuk penggunaan barang harus menggunakan bahasa Indonesia.Menurut praktisi hukum Donny Alamsyah Sheyoputra, jika pasal 12 itu tidak diatur lebih lanjut, maka penerapannya dapat bertentangan dengan Pasal 61 Ayat (2) huruf b UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek yang berbunyi: Penghapusan merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar."Selain ketentuan Pasal 61 UU Merek, penghapusan sebagian jenis barang juga dapat dilakukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Niaga. Ini diatur dalam Pasal 63 UU Merek. Alasan penghapusannya juga sama dan salah satunya telah saya sebutkan sebelumnya," kata Donny pada detikcom, Senin (9/1/2006).Konsultan hak kekayaan intelektual ini lalu memberikan contoh, jika pemilik merek terkenal yang melindungi produk komputer, Apple (Bahasa Inggris artinya buah apel), terdaftar di Indonesia, maka ia wajib menggunakan merek tersebut sebagaimana yang telah didaftarkannya. Penggunaan merek itu juga harus sesuai juga dengan jenis barang atau jasa yang telah didaftarkannya. Nah, menurut Donny, jika pasal 12 RUU Kebahasaan langsung diterapkan tanpa lebih dahulu dilakukan penyesuaian asas-asas yang ada pada hukum merek, maka pelaksanaannya tidak akan efektif. Pemilik merek itu akan serba salah karena menurut UU Merek ia harus menggunakan kat Apple untuk produk-produk komputernya. Tetapi UU Kebahasaan justru memuat sanksi pidana jika ia melakukan hal itu. Sebaliknya, jika ia menggunakan terjemahan kata Apple yaitu Apel sebagai merek, maka merek Apple-nya bisa dihapus karena tidak digunakan sesuai etiket merek yang telah didaftarkannya. Jika ini sampai terjadi, maka ia tidak memiliki perlindungan hukum terhadap merek Apple yang telah dihapus. Ia tidak dapat menuntut orang yang memalsukan produk komputer dengan menggunakan merek Apple karena sudah tidak lagi memiliki hak atas merek tersebut. Hal yang sama bisa terjadi pada semua merek dari kata asing yang sudah terkenal di Indonesia, misalnya Clear (yang artinya bersih) untuk shampo dan sebagainya."Itu sebabnya saya menyarankan agar penerapan UU Kebahasaan harus berhati-hati. Kalau sekadar mengganti istilah Gajah Mada Plaza menjadi Plasa Gajah Mada mungkin tidak ada masalah karena itu memang berkaitan dengan kaidah Bahasa Indonesia. Tetapi kalau merek dagang dipaksakan untuk digunakan terjemahannya, wah, bisa sangat berbahaya," papar lulusan S2 Universitas Murdoch, Australia ini. (nrl/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads