Epidemiolog dari University of North Carolina Amerika Serikat, Juhaeri Mukhtar, menduga sudah ada 4,9 juta orang di Indonesia yang terpapar virus Corona (COVID-19). Menurutnya, jumlah tersebut bisa saja diketahui jika testing Corona di Indonesia tinggi seperti di Amerika Serikat (AS).
Juhaeri menjelaskan perbandingan antara AS dan Indonesia. Menurutnya, dari total jumlah penduduk Amerika sekitar 330 juta jiwa, sebanyak 5,8 juta jiwa telah terinfeksi Corona. Sedangkan Indonesia, kata dia, 165 ribu lebih kasus itu dari jumlah total penduduk Indonesia, yang lebih dari 274 juta penduduk.
"Jadi yang istilahnya incidence rate-nya dari orang yang terpapar COVID di Amerika itu sekitar 178 (orang) per 10 ribu. Jadi setiap 10 ribu penduduk, 178 itu terpapar. Coba bandingkan di Indonesia, ini data yang saya tahu 274 juta penduduk yang terpapar ini data hari ini itu 165 ribu. Jadi, kalau dihitung, sebetulnya incidence rate di Indonesia itu jauh lebih rendah dari di Amerika," kata Juhaeri melalui siaran Populi Center dan Smart FM Network dalam diskusi Perspektif Indonesia: 'Jakarta dan Dunia Memerah Lagi', Sabtu (29/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Incidence rate yang dimaksudnya adalah frekuensi kasus baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu wilayah dalam waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut.
Dia menyebut jumlah incidence rate di Indonesia yang rendah bisa disebabkan oleh angka tes Corona masih terbilang sedikit. Jika pengetesan bisa dilakukan setara dengan apa yang dilakukan Amerika, dia memprediksi angka positif Corona di Indonesia bisa mencapai 4,9 juta.
"Ini urusannya panjang, bukan cuma karena kita tidak terpapar terlalu besar. Tapi juga bisa karena tesnya kurang akurat dan sebagainya. Tapi menurut saya, kalau kita asumsikan sebetulnya peluang orang untuk terpapar di Amerika dan Indonesia sama. Kalau kita aplikasikan rate yang sama, di Indonesia itu bisa sampai 4,9 juta," katanya.
"Jadi kalau saya bilang dugaan saya mungkin nggak setinggi 4 juta, tapi nggak serendah 165 ribu. Saya pikir di antara keduanya itu," sambungnya.
Tonton juga 'Solusi Keluar dari Pandemi COVID-19, JK: Jangan Seperti Amerika Serikat':
Juhaeri mengatakan hingga kini kasus Corona di Indonesia masih akan terus meningkat. Menurutnya, Corona di Indonesia hingga kini belum mencapai puncak pada gelombang pertama.
"Kalau Indonesia naik terus, ini gelombang pertama saja belum selesai. Di Amerika pada saat pertengahan Maret naik terus, pertengahan Maret kebanyakan lockdown, makanya dari pertengahan Maret sampai Juni itu ada penurunan," ucapnya.
Juhaeri juga membandingkan kasus Corona di Indonesia dengan Korea Selatan (Korsel). Menurutnya, Korsel, yang sebetulnya tidak pernah lockdown, lebih baik pencegahannya ketimbang Indonesia.
"Indonesia terus naik, Korsel sebetulnya nggak pernah ada lockdown. Cuma pada saat kejadian mereka cepat bergerak, cepat dalam arti tesnya cepat, hasilnya cepat, tracing semua kasus dan isolasi. Jadi tanpa lockdown pun (kasusnya) sangat rendah," katanya.
Diketahui, pemerintah Indonesia melaporkan ada 165.887 kasus hingga Jumat (28/8). Pemerintah melaporkan sudah ada 120.900 pasien COVID-19 dinyatakan sembuh. Pemerintah melaporkan telah diperiksa sebanyak 2.169.498 spesimen yang berasal dari 1.250.135 orang.