Dua stasiun televisi RCTI dan iNews menggugat UU Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar setiap siaran yang menggunakan internet, seperti YouTube hingga Netflix, tunduk pada UU Penyiaran. Pakar telematika Roy Suryo setuju karena UU Penyiaran sudah ketinggalan zaman.
"Saya sendiri berpendapat ini akibat sudah kurang update-nya UU Penyiaran kita (yang sudah berumur 18 tahun saat ini) dalam mengadopsi kemajuan teknologi yang ada sehingga sudah out of date, apalagi kalau melihat UU Telekomunikasi yang lebih uzur lagi, yakni tahun 1999," kata Roy kepada wartawan, Kamis (27/8/2020).
Dia menilai wajar RCTI dan iNews mengajukan gugatan karena merupakan perintis lembaga penyiaran di Tanah Air sejak 1989. Dia mengatakan sebuah peraturan perundang-undangan harus mengikuti kemajuan zaman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, Roy Suryo juga memiliki kanal YouTube bernama KRMT Roy Suryo. Eks Menpora ini pun melihat ada sejumlah konten yang melanggar etika. Pada poin tersebut, dia melihat ada kekosongan hukum karena UU yang ada kurang update.
"Intinya soal keterbukaan versus kebablasan informasi, karena sekarang banyak juga konten-konten YouTube dan socmed (medsos) yang tidak beretika dengan alasan 'tidak ada hukum'-nya," ujar dia.
"Intinya, undang-undanglah yang harus mengikuti zaman karena kemajuan teknologi itu adalah keniscayaan. Masalahnya ketika masih berlaku UU yang sudah out of date, bukan berarti masyarakat jadi sebebas-bebasnya berekspresi tanpa hukum, kan?" sambung Roy.
Sebelumnya diberitakan, RCTI dan iNews menggugat UU Penyiaran ke MK agar setiap siaran yang menggunakan internet, seperti YouTube hingga Netflix, tunduk pada UU Penyiaran. Mereka khawatir muncul konten yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila di saluran internet.
Hal itu terungkap dalam permohonan judicial review yang dikutip detikcom dari website MK, Kamis (27/8/2020). Permohonan itu ditandatangani oleh Dirut iNews TV David Fernando Audy dan Direktur RCTI Jarod Suwahjo. Mereka mengajukan judicial review Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran yang berbunyi:
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
"Bahwa apabila ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran tidak dimaknai mencakup penyiaran menggunakan internet, maka jelas telah membedakan asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran antar-penyelenggara penyiaran. Konsekuensinya bisa saja penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet tidak berasaskan Pancasila, tidak menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, tidak menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa," demikian bunyi alasan judicial review RCTI-iNews TV dalam berkas itu.
RCTI-iNews merupakan penyiaran berbasis spektrum frekuensi radio yang tunduk kepada UU Penyiaran. Tapi, di sisi lain, banyak siaran yang menyiarkan berbasis internet tidak tunduk pada UU Penyiaran. Akibatnya, konten siaran RCTI-iNews diawasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sedangkan konten siaran berbasis internet tidak ada pengawasan. Hal ini yang membuat RCTI-iNews khawatir.
Menurut RCTI-iNews, rumusan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran a quo menimbulkan multi-interpretasi yang pada akhirnya melahirkan kontroversi di tengah publik. Keduanya mencontohkan pernyataan Ketua KPI Agung Suprio yang akan mengawasi YouTube dan Netflix tapi langsung menuai reaksi dari masyarakat. RCTI-iNews meminta MK merumuskan Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran menjadi:
Penyiaran adalah (kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran; dan/atau kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran.
(jbr/gbr)