"Ini nggak bisa dilaksanakan, nggak efektif, karena itu menurut saya itu dikeluarkan saja dari pergub, revisi pergubnya, karena memasukkan kebijakan gage untuk motor itu tidak bisa diimplementasikan, terus motor itu kan berfungsi sebagai alat moda transportasi dan mencari makan," kata pengamat tata kota, Trubus Rahardiansyah, saat dihubungi, Rabu (26/8/2020).
Trubus menilai masyarakat menengah ke bawah yang terbiasa menggunakan motor akan mengalami kesulitan. Ditambah perekonomian kini tidak stabil.
"Jadi kalau itu diberlakukan maka masyarakat menengah ke bawah itu akan kesulitan, apalagi di tengah pandemi kondisi mereka daya beli rendah, pengangguran, saya rasa malah menjadi kontraproduktif dan kebijakan itu akan membuat konflik di masyarakat," ujar Trubus.
Trubus juga mengatakan kebijakan ini bertentangan dengan prinsip pengusaha. Terutama pengusaha jasa transportasi.
"Tentu ada beberapa kebijakan yang memang bertentangan dengan pengusaha, kalau terkait dengan gage itu misal perusahaan jasa yang mengirim barang pakai motor, otomatis dengan adanya ganjil-genap motornya harus tambah lagi, berarti kan perusahaan harus menganggarkan lagi, harus beli motor, ini kan merugikan," tuturnya.
Lebih lanjut, Trubus mengatakan kebijakan ganjil-genap ditujukan untuk mengendalikan COVID-19 justru akan berpotensi menambah klaster baru transportasi umum. Sebab, keadaan transportasi publik kini menurutnya belum memadai.
"Bukan nggak memadai, transportasi umum memang sangat kurang, sehingga di situ adalah potensi munculnya klaster baru, misal di terminal terminal dan di halte-halte," tuturnya.
Dear Pak Anies, Ini Dampak Jika Motor Kena Ganjil Genap:
(eva/mae)