Berpisah dengan kelurga besar di Purwokerto, awalnya membuat Sarkem berat hati menginjakkan kaki di bumi Bangka. Bersama warga Purwokerto lainnya, Sarkem mengikuti program transimgrasi. Program yang digalakkan semasa pemerintahan Soeharto untuk menggenjot peningkatan produksi padi.
Lebih dari 35 tahun, Sarkem bersama suaminya, Syawal mengolah lahan seluas 4 hektare di Desa Batu Betumpang, Kecamatan Pulau Besar Kabupaten Bangka Selatan. Dari lahan tersebut, aneka komoditas ia tanam, padi, palawija hingga lada.
"Ada lahan 2 hektare milik saya dan 2 hektare sewa. Alhamdulillah bisa ditanami. Karena air di desa ini lumayan. Jarang kering," kata Sarkem dalam keterangan tertulis, Selasa (25/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari luas tanah itu, lanjut Sarkem, ia bisa menyekolahkan keempat anaknya walau tidak sampai ke jenjang yang paling tinggi, seperti perguruan tinggi. Menurutnya, produktivitas padi di Desa Batu Betumpang terbilang rendah, satu hektare hanya menghasilkan 3 ton. Kendala besar yang dihadapi Sarkem dan petani lainnya adalah hama tikus.
"Aku dan petani lainnya kalau malam harus nge-ronda Pak. Biasanya pake kawat setruman. Pernah satu musim tanam, habis diserang tikus. Kita gagal panen," ujarnya.
Namun, hal itu tidak membuat Sarkem patah semangat untuk terus menanam. Apalagi di Desa Batu Betumpang akan dilaksanakan program Optimalisasi Sawah dengan konsep Food Estate.
Sarkem pun menyambut baik program tersebut. Ia berharap kehadiran program tersebut bisa meningkatkan produktivitas dan kemampuan petani dalam melakukan budi daya.
Apa yang dilakukan Sarkem dan petani di Bangka Selatan lainnya sejalan dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bahwa sektor pertanian harus terus berproduksi. Sektor pertanian di masa pandemi COVID-19 merupakan solusi bukan saja dalam meningkatkan ekonomi rakyat juga sebagai penopang utama dalam memulihkan ekonomi nasional pasca pandemi.
(akn/ega)