Gempa dengan magnitudo (M) 6,9 mengguncang Laut Banda. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan gempa ini terjadi karena ada deformasi lempeng.
"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dalam akibat adanya deformasi atau penyesaran pada lempeng yang tersubduksi di bawah Laut Banda," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono dalam keterangannya, Jumat (21/8/2020).
"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan turun (normal fault)," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gempa ini terjadi pukul 11.09 WIB. Episenter gempa bumi ini di koordinat 6,84 LS dan 123,48 BT, tepatnya di laut pada jarak 165 kilometer tenggara Buton Selatan, Sulawesi Tenggara, di kedalaman 586 kilometer.
Berikut dampak dari gempa M 6,9 seperti disampaikan BMKG:
1. Waingapu III-IV MMI (Getaran dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu berderik dan dinding berbunyi)
2. Mataram, Sumbawa Besar III MMI (Getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan akan truk berlalu)
3. Kota Bima, Ende, Ruteng, Kairatu, Banda II-III MMI (Getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan akan truk berlalu)
4. Tambolaka, Kendari, Kupang, Ternate dan Alor II MMI (Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang).
Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan dari gempa di Laut Banda. BMKG mengimbau masyarakat tetap tenang.
"Hingga Jumat, 21 Agustus 2020 pukul 11.50 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya satu aktivitas gempa bumi susulan (aftershock) dengan M 5,0. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami," ujar Rahmat.
Tonton video 'Panduan Kesiapsiagaan dan Evakuasi Hadapi Bencana di Tengah Pandemi':