Pendampingan hukum yang diberikan kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari menuai kritik dari ICW. Kejaksaan Agung menegaskan penasihat hukum Pinangki nantinya di luar dari pihak Kejaksaan.
"Mungkin pemahamannya saya sampaikan dulu ya barangkali pemahamannya itu menurut saya kurang tepat. Didampingi pengacara undang-undang itu hukumnya wajib sehingga ancaman pidananya 5 tahun atau lebih. Nah, mungkin pemahamannya keliru, dikira yang menjadi pengacara atau penasihat hukum itu jaksa juga, mungkin itu ya karena terjadi di institusi lain kalau tidak salah, pengacaranya kalau tidak salah institusi itu sendiri," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Selasa (18/8/2020).
Hari menegaskan Pinangki akan didampingi penasihat hukum dari organisasi profesi pengacara. Penasihat hukum ini ditunjuk oleh Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) dan di luar pihak Kejaksaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi perlu kami tegaskan sesuai dengan anggaran dasar Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) maka kepada anggotanya diberikan hak untuk didampingi pengacara atau penasihat hukum yang oleh pengurus PJI ditunjuk pengacara atau penasihat hukum dari luar Kejaksaan, dari organisasi profesi pengacara, bukan dari Kejaksaan atau jaksa tidak boleh beracara pidana kecuali pengacara negara," ungkap Hari.
Hari menjelaskan penunjukan penasihat hukum ini bukanlah yang pertama. Dia juga menyebut Pinangki juga bisa memilih untuk memakai penasihat hukum dari PJI atau tidak.
"Sama perlakuannya. Kejadian ini tidak kali ini, kemarin juga ada PJI menunjuk penasihat hukum. Oleh yang bersangkutans diterima atau tidak itu terserah," ucap Hari.
Sebelumnya, ICW mengkritik pendampingan hukum yang diberikan kepada jaksa Pinangki. Menurut ICW, Pinangki melakukan aksinya bekerja sendiri serta telah mencoreng nama Korps Adhyaksa sehingga dinilai tidak layak mendapatkan pendampingan hukum.
Selain itu, ICW menilai penyidikan terkait kasus Pinangki dinilai akan tidak berjalan objektif karena diduga pendampingan hukum tersebut berpotensi dapat mengganggu ritme penanganan perkara dan menimbulkan kesan adanya konflik kepentingan. Selain itu, ICW menilai pendampingan hukum bagi Pinangki tidak sesuai dengan Pasal 2 AD/ART PJI, karena tindakan yang dilakukan jaksa Pinangki tidak terkait dengan tugas dan profesinya sebagai seorang jaksa.
ICW juga menuntut agar Kejaksaan Agung segera mencabut keputusan memberikan pendampingan hukum terhadap jaksa Pinangki. Selain itu, ICW meminta KPK mengambil alih penanganan perkara dugaan tindak pidana suap yang dilakukan oleh jaksa Pinangki.
"Sejak awal ICW sudah menaruh curiga bahwa Kejaksaan Agung akan 'memasang badan' saat oknum di internal lembaganya tersangkut kasus hukum. Hal ini bisa dilihat saat Kejaksaan mengeluarkan pedoman pemeriksaan Jaksa beberapa waktu lalu, yang mana menyebutkan bahwa upaya hukum terhadap Jaksa mesti mendapatkan izin terlebih dahulu dari Jaksa Agung," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.