Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendatangi Komisi Kejaksaan (Komjak) hari ini untuk menyerahkan dokumen terkait dugaan pelanggaran etik dan dugaan penerimaan gratifikasi oleh jaksa Pinangki terkait Djoko Tjandra. Boyamin membeberkan nilai nominal gratifikasi yang diterima jaksa Pinangki dari Djoko Tjandra mencapai USD 10 juta.
"Merekomendasikan kepada Presiden (Jokowi) untuk memerintahkan Jaksa Agung untuk memproses yang bersangkutan (Pinangki) secara pidana," kata Boyamin di kantor Komisi Kejaksaan, Jalan Rambai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (11/8/2020).
MAKI menduga Pinangki terbang ke Malaysia dua kali untuk membantu Djoko Tjandra. Dia menduga ada korupsi penerimaan janji kepada jaksa Pinangki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Djoko Tjandra, sebut Boyamin, diduga seakan-akan membeli perusahaan energi milik seseorang, yang disebut Boyamin bernama PS, seharga USD 10 juta. Kamuflase itu sebagai imbalan Pinangki membantu Djoko Tjandra di Mahkamah Agung (MA).
"Yang utama berkait dugaan penerimaan janji terkait isu uang USD 10 juta, itu dalam bentuk kamuflase sepengetahuan saya dugaannya seakan-akan Djoko Tjandra membeli perusahaan tambang, perusahaan energi, dari seseorang itu dan seseorang itu punya perusahaan tapi tidak bonafide secara nilai cuma Rp 10 miliarlah. Kalau 10 juta (USD) kan Rp 140 miliar," ujar Boyamin.
"Seakan-akan dibeli, dugaan ya, Djoko Tjandra sebagai upah rencana, yang rencana akhirnya berkaitan dengan mendapatkan Mahkamah Agung yang berkait dengan Pinangki. Membantu itu untuk diproses di Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung menurunkan fatwa yang bahwa putusan PK itu tidak bisa dijalankan dan itu gagal sebenarnya tidak pernah diurus atau apa saya belum tahu," jelasnya lebih lanjut.
Selain itu, MAKI turut melaporkan adanya oknum pejabat tinggi di Kejaksaan Agung yang melakukan kontak dengan Djoko Tjandra. Boyamin menyebut pejabat itu saat ini masih aktif.
"Pejabat tersebut melakukan komunikasi dengan Djoko Tjandra selama Djoko Tjandra masih di luar negeri, di Kuala Lumpur (Malaysia). Peristiwanya setelah 29 Juni ketika jaksa Agung membuka urusan Djoko Tjandra di depan DPR. Artinya, setelah ramai pun ada pejabat Kejaksaan Agung melakukan komunikasi dengan Djoko Tjandra," ucap Boyamin.