Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menguatkan atas vonis yang dijatuhkan terhadap Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo terkait kasus korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Alhasil, vonis Soetikno selama 6 tahun penjara yang diketok PN Jakpus diperkuat.
"Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 122 /Pid.Sus-TPK/2019/PN Jkt.Pst, tanggal 8 Mei 2020," demikian amar putusan PT Jakarta yang dikutip detikcom dari websitenya, Senin (27/7/2020).
Duduk sebagai ketua majelis Achmad Yusak dengan anggota Nur Hakim, Sri Andini, Rusdi dan Hening Tyastanto. Vonis itu tidak bulat. Hakim Hening menilai Soetikno seharusnya dihukum lebih berat yaitu 10 tahun penjara karena vonis 6 tahun terlalu ringan karena tidak sesuai dengan rasa keadilan dan tidak mengandung unsur penjeraan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut alasan hakim Hening:
Garuda Indonesia sebagai flag Carier Negara pada saat itu dipimpin oleh Emirsyah Satar sebagai Dirut mengalami kesulitan keuangan sehingga terpaksa harus disuntik dana segar oleh pemerintah yang tentunya menambah jumlah utang yang memang sudah sangat besar karena selalu merugi. Setelah mendapatkan suntikan dana Erwinsyah Satar membuat program Quantum leap untuk memperluas jaringan penerbangan Garuda,Terdakwa memanfaatkan program Quantum lips tersebut untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara menjanjikan, memberikan uang, hadiah sesuatu kepada Emirsyah Satar selaku Dirut Garuda sehingga Terdakwa dapat mengendalikan semua pengadaan pesawat dan pengadaan jasa pemeliharaan;
Terdakwa (Soetikno-red) dengan menjanjikan dan memberikan suap kepada Dirut Garuda dapat menjadi orang kepercayaan Emirsyah Satar, menjadi orang yang paling berperan dan terlibat dalam semua kegiatan yang terkait dengan pengadaan barang berupa pesawat dan jasa perbaikan pesawat Garuda.
Bahwa sejak Terdakwa (Soetkino) mengendalikan pengadaan barang pengadaan pesawat dan jasa perbaikan pesawat, pengelolaan keuangan Garuda menjadi tidak efisien, tidak efektif dan tidak ekonomis, dalam setiap kegiatan pengadaan barang dan jasa perbaikan pesawat seluruhnya terjadi kerugian Negara.
Bahwa perbuatan suap yang dilakukan terdakwa demikian canggih menggunakan samaran berupa konsultan, melakukan transfer kepada Dirut Garuda dengan membentuk perusahaan di luar negeri sehingga dengan kecanggihannya tersebut tidak mungkin dapat terlacak oleh aparat penegak hukum kita, terbukti Emirsyah Satar bisa menjadi Dirut selama sembilan tahun, apabila penyuapan Roll-Royce tidak diungkap oleh Aparat Penegak Hukum Inggris dan diinformasikan ke Indonesia, korupsi Garuda tidak akan terungkap;
Menimbang, bahwa perbuatan terdakwa telah membentuk budaya korup pada unsur pimpinan Garuda berakibat pada pengelolaan perusahaan yang tidak professional sehingga berakibat lebih lanjut Garuda selalu merugi dan selalu disuntik kembali;
Menimbang, bahwa dengan kehandalan dan pendekatan suap yang dilakukan oleh Terdakwa tersebut diatas penggantian seribu pimpinan Garuda tidak akan ada artinya, siapapun pimpinan Garuda pasti akan selalu berada di bawah kendali Terdakwa;
Menimbang, bahwa Majelis mempunyai kesempatan untuk mencegah berulangnya skandal Sutikno dan Emirsyah Satar di Garuda secara khusus dan secara umum pada BUMN - BUMN lainnya yang diyakini punya keberadaan Soetikno Soetikno yang lainnya melalui hukuman penjara yang memadai, sebaliknya hukuman penjara yang relatif rendah akan menyuburkan lahirnya Soetikno Soetikno dan Emirsyah Satar baru di lingkungan BUMN - BUMN kita;
Terdakwa selain memberikan uang tunai juga memfalisitasi pemberian rumah di Pondok Indah, Apartemen di Singapura, juga memberikan fasilitas hiburan berupa menginap di Hotel Buvgari termahal di Bali lengkap dengan uang saku dan sewa pesawat jet pribadi Jakarta Bali PP.
Menimbang, bahwa dengan pemberian tersebut Terdakwa dapat mengatur semua pengadaan barang pembelian pesawat dan pengadaan jasa pemeliharaan pesawat dan mesin pesawat, bahkan terdakwa dengan meminjam tangan Dirut dapat memberhentikan pejabat yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan kebijakannya;
Sebagaimana diketahui, Soetikno, yang juga pemilik PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International Pte Ltd, memberikan uang kepada Emirsyah Satar sebesar Rp 5.859.754.797, USD 884.200, 1.020.975 euro, dan SGD 1.189.208. Total uang tersebut jika dijumlah dalam rupiah setara dengan Rp 46 miliar.
Selain suap, Soetikno bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang. Jumlah uang yang diduga terkait TPPU Soetikno Soedarjo senilai USD 1.458.364. Pencucian uang yang dilakukan Soetikno bersama Emirsyah Satar dari suap pengadaan pesawat tersebut.
(asp/dhn)