Bakal calon bupati dan wakil bupati Rejang Lebong, Syamsul Effendi dan Hendra Wahyudiansyah, ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya diduga mencatut dukungan warga sebagai syarat maju ke Pilkada lewat jalur perseorangan atau independen.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bengkulu, Halid Saifullah, mengatakan penetapan tersangka terhadap Syamsul dan Hendra berawal dari laporan masyarakat mengenai pencatutan nama dukungan menggunakan KTP untuk Pilkada 2020.
"Jadi kasus yang di Rejang Lebong itu merupakan kasus yang sudah masuk tahap penyidikan dan sudah ditetapkan tersangkanya dan itu pertama di Indonesia dalam perhelatan Pilkada 2020," kata Halid Saifullah seperti dilansir dari Antara, Kamis (23/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Upaya curang ini diduga dilakukan agar Syamsul dan Hendra bisa lolos pada tahap verifikasi administrasi di KPU Rejang Lebong. Namun, kasus ini terungkap saat dilakukan verifikasi faktual atas dukungan calon perseorangan.
"Kasus ini pertama dilaporkan ke kepolisian, kemudian oleh kepolisian didorong ke Gakkumdu dan setelah diskusi panjang akhirnya digunakan Pasal 184 juncto Pasal 81 dengan pendekatan pada syarat-syarat pencalonan dan ini akhirnya naik ke penyidikan," papar Halid.
Pihak KPUD Bengkulu menghormati upaya hukum praperadilan yang diajukan Syamsul Efendi dan Hendra Wahyudiansyah ke pengadilan negeri setempat. Dia menilai langkah yang ditempuh bakal calon tersebut merupakan langkah konstitusional yang diberikan oleh undang-undang.
Diketahui Syamsul dan Hendra telah mendaftarkan praperadilan terhadap penetapan tersangka atas dugaan pencatutan nama pada syarat dukungan bakal calon perseorangan ke Pengadilan Negeri Curup.
Humas Pengadilan Negeri Curup Riswan Herafiansyah membenarkan adanya pendaftaran praperadilan yang diajukan tim penasihat hukum Syamsul Efendi dan Hendra Wahyudiansyah dan telah terdaftar. Dia mengatakan Ketua Pengadilan Negeri Curup telah menunjuk hakim tunggal Ari Kurniawa sebagai hakim yang akan menangani perkara tersebut, dibantu panitera pengganti AK Bagus dan sidang pertama akan dilaksanakan pada Rabu (28/7).
Polisi Berupaya Jemput Paksa
Polres Rejang Lebong berupaya melakukan penjemputan paksa terhadap Syamsul dan Hendra. Pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati independen Rejang Lebong tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pencatutan dukungan masyarakat untuk syarat pencalonan.
Tonton video 'Jaksa Agung Pelototi Kampanye Hitam-Politik Uang di Pilkada 2020':
Kapolres Rejang Lebong AKBP Dheny Budhiono mengatakan upaya penjemputan paksa dilakukan karena Syamsul dan Hendra tidak hadir hingga dua kali pemanggilan penyidik.
"Upaya pencarian tadi dengan perintah membawa, karena yang bersangkutan tidak hadir dalam panggilan yang kita layangkan ke mereka. Jadi itu merupakan SOP yang harus kita laksanakan agar proses ini bisa berjalan, tetapi mereka ini belum kami dapatkan," kata AKBP Dheny.
Dia mengatakan penyidik masih terus melakukan upaya pencarian pasangan ini sambil menunggu kelengkapan berkas perkara untuk dilimpahkan ke petugas penyidik Kejaksaan Negeri Rejang Lebong.
Dia mengatakan upaya praperadilan yang diajukan Syamsul dan Hendra tidak akan menghentikan proses penyidikan yang dilakukan pihaknya karena sudah ada mekanisme yang mengaturnya. Dia mengatakan upaya pencarian terhadap pasangan ini dilakukan untuk dimintai keterangan.
Namun Syamsul dan Hendra tak ditemukan. Dia berharap, pasangan ini berlaku kooperatif dan memenuhi panggilan yang sudah mereka layangkan beberapa kali itu sehingga prosesnya bisa selesai.
Sementara itu, M Dasti Alfiqri (Bito) yang merupakan anak sulung bakal calon bupati Syamsul mengatakan orang tuanya tidak ada di rumah karena sedang berangkat ke luar kota. Dia mengatakan permasalahan itu diserahkan kepada penasihat hukum dari pasangan itu sehingga tidak mau berkomentar panjang lebar lagi.
Sedangkan, Achmad Tarmizi Gumay, penasihat hukum pasangan Syamsul-Hendra Wahyudiansyah, meminta penyidik Polres Rejang Lebong menghormati upaya hukum yang sedang mereka lakukan, yaitu praperadilan yang merupakan hak tersangka dan sudah didaftarkan ke PN Curup, Selasa (21/7).
"Penegak hukum harus menghormati proses masing-masing. Kami menghormati proses hukum di Polres, saya harap juga menghormati usaha hukum kami, karena praperadilan itu adalah hak tersangka," jelas Achmad kepada wartawan.
Menurut dia, dalam proses praperadilan maka proses hukumnya harus dihentikan karena praperadilan itu sendiri untuk menentukan proses hukum dari seorang tersangka apakah akan dilanjutkan atau tidak. Jika nantinya praperadilan yang mereka ajukan tidak diterima oleh hakim, maka dirinya akan bertanggungjawab guna menghadirkan pasangan itu kepada penyidik kepolisian setempat.