Sastrawan Sapardi Djoko Damono menghembuskan napas terakhirnya pada hari ini, Minggu (19/7/2020). Dalam keterangan yang diterima detikcom, ia meninggal dunia di Eka Hospital, BSD, Tangerang Selatan.
"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Telah meninggal dunia sastrawan besar Indonesia, Prof. Dr. Sapardi Djoko Darmono," bunyi pesan duka tersebut.
Berikut biografi Sapardi Djoko Damono dikutip dari berbagai sumber:
1. Keluarga dan Masa Kecil Sapardi Djoko
Dikutip dari buku 'Sapardi Djoko Damono: karya dan dunianya' Sapardi lahir dari pasangan Sadyoko dan Sapariah. Ia lahir pada 20 Maret 1940 atau dalam penanggalan Jawa di hari Rabu Kliwon tanggal 10 bulan Sapar.
Ayahnya merupakan abdi dalem di Kraton Kasunanan kemudian menjadi pegawai negeri sipil di Jawatan Pekerjaan Umum. Di masa kecilnya, ia sering berpindah-pindah tempat tinggal tetapi saat berada di kampung bernama Komplang ia belajar menulis puisi untuk pertama kali.
Menurut Sapardi Djoko Damono, suasana rumah barunya 'aneh', sehingga ia banyak tinggal di dalam rumah dan menikmati kesendirian yang tidak pernah ia rasakan saat tinggal di kota Solo. "Saya belajar menulis pada bulan November 1957," kata dia dalam buku tersebut.
Sebulan setelah belajar menulis, karya Sapardi Djoko Damono berhasil diterbitkan di majalah kebudayaan yang terbit di Semarang. Tahun berikutnya, karyanya mulai banyak masuk berbagai penerbitan.
Kehidupan Sapardi semakin berwarna sejak menikah dengan wanita bernama Wardiningsih. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai dua orang anak bernama Rasti Sunyandani dan Rizki Henriko.
2. Kuliah di UGM
Usai tamat SMA, Sapardi Djoko Damono melanjutkan pendidikannya di Universitas Gadja Mada (UGM) di Fakultas Sastra dan Kebudayaan. Ia mengambil jurusan Sastra Barat dan semakin mendalami teknik penulisan puisi dan karya lainnya.
Ia terus menimba ilmu hingga mendapatkan gelar doktor dalam Ilmu Sastra di tahun 1989. Dalam menyelesaikan gelarnya itu ia membuat disertasi berjudul 'Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur'.
3. Jadi Pengajar
Di tahun 1964 Sapardi Djoko Damono bekerja sebagai dosen tetap IKIP Malang Cabang Madiun. Kemudian, ia juga diangkat menjadi dosen tetap Fakultas Sastra-Budaya di Universitas Diponegoro, Semarang dari tahun 1968 hingga 1973.
Pada tahun 1974 Sapardi diangkat menjadi dosen tetap di Fakultas Sastra Universitas Indonesia jurusan Sastra Indonesia. Kemudian, di tahun 1995 Sapardi Djoko Damono dipercaya menjadi Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia.
Ia menjabat selama 4 tahun hingga tahun 1999. Selain itu, Sapardi Djoko juga aktif sebagai dosen atau pengajar di Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
4. Penghargaan dari Karya Sapardi Djoko
Ada banyak penghargaan yang diperoleh Sapardi Djoko selama hidupnya. Penghargaan tersebut datang dari dalam maupun luar negeri, seperti dari Cultural Award dari Australia di tahun 1978, di tahun 1983 mendapat Anugerah Puisi Putra dari Malaysia dan di tahun 1990 mendapat Anugerah Seni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sapardi Djoko Damono ini juga mendapat penghargaan Anugerah Buku ASEAN pada tahun 2018 kemarin. Kehormatan itu didapat dari buku berjudul 'Hujan di Bulan Juni' dan 'Yang Fana Adalah Waktu' yang memiliki makna mendalam.
5. Sapardi Djoko Meninggal Dunia
Sapardi Djoko Damono meninggal dunia di usia 80 tahun. Kabar duka ini pun membuat netizen kehilangan sosok sastrawan Indonesia yang memiliki banyak karya, mulai dari puisi hingga sajak.
Selamat jalan Sapardi Djoko Damono!
(pay/erd)