Gibran Rakabuming Raka putra Jokowi didampingi Teguh Prakosa maju ke Pilkada Solo 2020. Teguh mengibaratkan dirinya seperti sosok Semar di pewayangan. Begini karakter Semar dalam pewayangan.
Sri Mulyono dalam bukunya berjudul 'Apa dan Siapa Semar', menjelaskan bahwa Semar adalah karakter pewayangan asli Nusantara, lain dengan karakter-karakter lain yang berasal dari adopsi epos Mahabharata dan Ramayana India. Sosok Semar bahkan dipercaya sebagai salah seorang leluhur era prasejarah. Sosok Semar berkembang menjadi karakter mitologis yang sakral.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana disebut oleh Teguh, Semar memang punya karakter momong alias mengasuh sekaligus mengabdi. Semar mengabdi kepada Pandawa Lima: Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa.
"Bahwa Semar dalam pewayangan merupakan panakawan dari para satria yang luhur budinya dan baik pekertinya. Ia mengabdi tanpa pamrih. Ia berada di depan tetapi tidak menguasai. Ia memberi contoh dan mengajar, namun tanpa kata, ia berada di samping tetapi tidak menyamai. Ia memberi semangat dan kekuatan. Ia berada di belakang tetapi tidak dikuasai. Ia mendorong dan merestui. Ia pun sebagai panakawan mempunyai multifungsi," demikian tulis Sri Mulyono dalam bukunya, halaman 116.
Jadi, meskipun mengabdi kepada para kesatria, tetapi Semar bukanlah pembantu rendah. Semar dihormati oleh para kesatria pewayangan.
Berikut adalah fungsi-fungsi Semar:
- Sebagai penasihat atau cahaya tuntunan saat kesatria mengalami kesukaran
- Sebagai pemberi semangat pada waktu kesatria putus asa
- Sebagai penyelamat pada waktu kesatria dalam keadaan bahaya
- Sebagai pencegah pada waktu kesatria dalam amukan nafsu
- Sebagai teman pada waktu kesatria kesepian
- Sebagai penyembuh pada waktu kesatria sakit
- Sebagai penghibur pada waktu kesatria susah
![]() |
Kesaktian Semar terletak pada ketiadaan pamrih dalam dirinya. Karakter Semar dalam pewayangan menjadi sering disalahpahami. Disangka duduk tapi sebenarnya berdiri, ada gambar air mata di pipinya namun wajahnya seperti tertawa, posisinya sekilas seperti abdi untuk para kesatria namun sebenarnya Semar-lah yang berkuasa.
"Bahwa Semar adalah pamong yang dihormati tetapi juga menghormati, jujur, sederhana, mampu menampung dan berbuat, tetapi sepi (ing pamrin), suwung, sunyata, kosong, hampa, taya, dan kosong dari pamrih untuk kepentingannya sendiri, tetapi justru pada kekosongan dan kehampaannya itulah terletak sakti maya dan gunanya," tulis Sri Mulyono.
Semar sebagai kawula
Semar dinilai sebagai kawula (hamba) dari gusti (majikan), Gusti dari Semar adalah Pandawa. Namun dalam konteks lelakon (cerita) wayang tertentu, Semar bisa meninggalkan Pandawa.
Semar juga merupakan lambang dari rakyat. Semar sering disebut sebagai 'Ismaya Tiwikrama' yang artinya adalah 'Kemarahan Rakyat'. Hal ini adalah tafsiran dari AW Sarjana dalam buku Ismaya Tiwikrama tahun 1965.
Nama lain Semar
Semar disebut sebagai Sang Hyang Maya dalam Serat Manik Maya. Dalam Serat Kanda, Semar disebut sebagai Sang Hyang Tunggal, paman dari Batara Guru.
Semar disebut pula sebagai Badranaya Lurah Dadapan, titisan Batara Ismaya. Kadang-kadnag, Semar juga langsung disebut sebagai Ismaya.
![]() |
Teguh Prakosa menjadi Semar?
Sebelumnya, Teguh Prakosa mengibaratkan dirinya sebagai Semar dalam tokoh pewayangan. Dia akan menjadi Semar bagi Gibran Rakabuming Raka yang hendak menjadi calon wali kota Solo.
"Kalau di Wayang itu saya Semar. Istilahnya momong, ikut selalu mendampingi beliau ke manapun dan mengingatkan beliau," kata Teguh kepada wartawan di kantor DPC PDIP Solo sebelum berangkat ke Semarang, Jumat (17/7/2020).
Gibran sendiri bersyukur bisa dipasangkan dengan Teguh, Sekretaris DPC PDIP Kota Solo. Gibran merasa terhormat didampingi Teguh.
Apakah Teguh Prakosa akan mempraktikkan karakter Semar, sehingga benar-benar menjadi Semar bagi seorang Gibran?