Pemerintah patut diapresiasi atas pemulangan buron Maria Pauline Lumowa (MPL) dari Serbia ke Indonesia. Maria dihadirkan ke RI untuk menghadapi proses hukum atas tindak kejahatan yang dilakukan di Indonesia pada 2002-2003.
"Apa yang dilakukan oleh pemerintah merupakan konsistensi untuk mengejar para pelaku kejahatan kerah putih ke mana pun mereka berada," kata pakar hukum internasional Prof Hikmahanto Juwana kepada wartawan, Kamis (9/7/2020).
Sebelumnya, pemerintah pernah meminta ekstradisi atas Maria ke pemerintah Belanda. Namun pemerintah Belanda tidak dapat memenuhi permintaan tersebut karena Maria sejak 1979 menjadi WN Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sistem hukum Belanda tidak memungkinkan warganya untuk diekstradisi," ujar Hikmahanto, yang juga Rektor Universitas Ahmad Yani, Bandung.
Untuk itu, pemerintah Belanda menawarkan kepada pemerintah Indonesia untuk mengalihkan proses persidangan di Belanda. Dari perspektif otoritas Indonesia, hal ini menyulitkan dan memakan biaya sehingga tidak direalisasikan.
"Satu hal yang perlu dicatat dan diapresiasi adalah NCB Interpol Indonesia (Polri) telah memasukkan nama MPL dalam red notice. Ini yang memungkinkan otoritas Serbia melakukan penahanan atas MPL pada Juli 2019 saat mengunjungi negara tersebut," beber Hikmahanto.
Otoritas di Indonesia melalui Central Authority pun sigap menindaklanjuti penahanan yang dilakukan oleh otoritas Serbia. Ini semua berujung pada handing over Maria dari otoritas Serbia ke otoritas Indonesia yang dipimpin oleh Menkum HAM.
"Hingga saat ini, meski berbiaya besar dan membutuhkan tenaga, pemerintah telah berhasil menghadirkan pelaku kejahatan kerah putih yang bermukim di negara lain untuk menghadapi proses hukum di Indonesia," ujar Hikmahanto.
Keberhasilan ini tentu harus diikuti dua hal. Pertama, memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang berat.
"Kedua, memastikan pengembalian aset atas kejahatan yang dilakukan," pungkas Hikmahanto.
(asp/dhn)