PAN Masih Heran dengan MA soal Waktu Rilis Putusan Menangkan Rachmawati

PAN Masih Heran dengan MA soal Waktu Rilis Putusan Menangkan Rachmawati

Nur Azizah Rizki Astuti - detikNews
Selasa, 07 Jul 2020 20:59 WIB
Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay
Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Rachmawati Soekarnoputri menang atas KPU di Mahkamah Agung (MA) terkait Pasal 3 ayat (7) PKPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum. PAN mempertanyakan mengapa putusan itu baru dirilis oleh MA.

"Saya menyoal dulu ini, mengapa sih keputusan MA ini baru dipublikasikan setelah 9 bulan lebih, pemilu kan selesai sekitar Juli ya, setelah hampir satu tahun selesainya pemilu, baru diumumkan?" kata Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Selasa (7/7/2020).

MA sendiri telah memberi penjelasan jika dirilisnya putusan yang telah diketok pada Oktober 2019 itu masih sesuai dalam koridor waktu sesuai ketentuan. PAN, yang merupakan salah satu pengusung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019 lalu, merasa aneh jika putusan kemenangan Rachmawati baru dirilis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Merasa aneh aja, kenapa baru sekarang? Sudah dijawab sama MA katanya masih di dalam koridor waktu yang ditentukan. Pertanyaannya, walaupun masih dalam koridor waktu kan ada pilihan dari MA, kenapa memilih sekarang, nggak memilih kemarin? Oke, masih di koridor yang dibolehkan, tapi kenapa dia memilih waktu di akhir, nggak di awal saja?" tanya Saleh.

Menurut Saleh, soal putusan MA ini bisa menjadi contoh untuk pemilihan umum ke depan, termasuk pilkada. Ia menilai tidak perlu ada penundaan untuk sebuah putusan kontekstual agar tidak menimbulkan perdebatan.

ADVERTISEMENT

"Ini contoh bukan hanya untuk penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu, dan kontestannya, tapi juga untuk mahkamah, dalam hal ini Mahkamah Agung, kalau misalnya ada putusan yang kontekstual ya harus diputuskan lah, jangan menunda terlalu lama yang membuat ada hal-hal yang menimbulkan perdebatan di kemudian hari seperti hari ini," ujarnya.

Saleh mengaku tidak memahami apa implikasi dari putusan MA yang memenangkan Rachmawati. Pasalnya, proses pemilihan sudah selesai dan presidens serta wakil presiden terpilih pun sudah dilantik.

"Saya tidak tahu secara detail implikasi dari keputusan MA itu terhadap penetapan calon terpilih, karena kan sudah ditetapkan calon terpilihnya, sudah dilantik juga secara ketatanegaraan, dan nggak ada yang menuntut pada waktu itu, dan sudah melewati semua persidangan dan proses gugatan di MK. Semuanya sudah menerima pada waktu itu, sehingga dilaksanakan lah pelantikan," ungkap Saleh.

Selain itu, Saleh menilai putusan ini bisa menimbulkan polemik dan perdebatan yang tak ada habisnya di ruang publik. Karena itulah, menurutnya, KPU perlu memberi penjelasan dan mengundang para ahli tata negara.

"Ahli-ahli tata negara kita akan bersuara, akan muncul berbagai macam aliran-aliran dan pendapat terkait ini. Saya kira ini perlu didudukkan dulu secara detail antara KPU, atau menurut saya perlu KPU ini secara terbuka dan secara transparan memberikan penjelasan terkait dengan apa yang sudah mereka lakukan dalam penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden," ujar Saleh.

"Menurut saya sebaiknya KPU mulai lagi mengundang tokoh-tokoh dan ahli-ahli tata negara untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terkait dengan putusan MA ini," imbuhnya.

Sebelumnya, Rachmawati Soekarnoputri menang melawan KPU di Mahkamah Agung (MA) terkait Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum. Putusan yang membatalkan peraturan KPU soal syarat suara mayoritas bila ada dua capres ini diketok oleh ketua majelis Supandi pada Oktober 2019 dan baru dipublikasi pekan ini.

KPU menyatakan perolehan suara Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin sudah sesuai dengan syarat UUD 1945. KPU pun merujuk pada Pasal 6A UUD 1945.

"Bila peserta pemilu hanya ada 2 pasangan calon (paslon), secara logis seluruh suara sah secara nasional (100%) bila dibagi 2 paslon, tentu 1 paslon memperoleh suara lebih dari 50% (>50%) dan paslon lain memperoleh suara kurang dari 50% (<50%)," kata anggota KPU, Hasyim Asy'ari, dalam siaran pers yang didapat detikcom, Selasa.

Halaman 2 dari 2
(azr/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads