Sidang Eks Komisioner KPU Evi Novida, Ahli Jelaskan Sifat Putusan DKPP

Sidang Eks Komisioner KPU Evi Novida, Ahli Jelaskan Sifat Putusan DKPP

Dwi Andayani - detikNews
Selasa, 07 Jul 2020 18:56 WIB
Ahli hukum tata negara Muhammad Rullyandi saat sidang gugatan mantan Komisioner KPU Evi Novida Ginting
Foto: Ahli hukum tata negara Muhammad Rullyandi saat sidang gugatan mantan Komisioner KPU Evi Novida Ginting (Dok. istimewa).
Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadirkan ahli hukum tata negara dalam sidang gugatan mantan Komisioner KPU Evi Novida Ginting. Dalam persidangan saksi ahli menjelaskan sifat dari putusan yang telah dikeluarkan DKPP.

Persidangan pemeriksaan saksi dan ahli dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jl Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (7/7/2020). Presiden sebagai pihak tergugat dari gugatan Evi, menghadirkan ahli hukum tata negara Muhammad Rullyandi.

Dalam persidangan, Rullyandi menyebut putusan DKPP tidak dapat diuji kembali. Menurutnya, hal ini terjadi karena DKPP memiliki kewenangan mengadili aduan dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Putusan DKPP tidak dapat diuji kembali karena hal demikian merupakan suatu bentuk contra legem bertentangan dengan UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang telah memberikan kewenangan attributie van wettelijke bevoegdheid terhadap DKPP sebagai lembaga yang memiliki kewenangan absolut court ofethic yang mengadili aduan dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu," ujar Rullyandi.

Rullyandi mengatakan putusan DKPP juga bersifat mengikat kepada presiden sehingga hal tersebut membuat presiden wajib menjalankan putusan DKPP.

ADVERTISEMENT

"Menimbulkan akibat hukum baru yang bersifat konstitutif serta mengikat kepada presiden dan penyelenggara pemilu dengan wajib menjalankan putusan DKPP, yang pelaksanaan putusan DKPP oleh Presiden, KPU, Bawaslu, maupun jajarannya adalah bersifat deklarator," tuturnya.

Jadi, menurutnya, keputusan Presiden terkait pemberhentian Evi merupakan penetapan untuk menjalankan putusan DKPP.

"Keputusan presiden tentang pemberhentian dalam konteks kehilangan jabatan, karena berakhirnya masa jabatan, akibat dari suatu putusan DKPP secara tidak dengan hormat yang merupakan ranah keputusan tata usaha negara yang bersifat deklarator untuk menjalankan isi putusan DKPP yang telah sah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, Evi sendiri telah menghadirkan saksi dan ahli dalam persidangan. Di antaranya mantan hakim MK I Dewa Gede Palguna, Ketua KPU Arief Budiman, hingga mantan ketua MK Hamdan Zoelva.

Di akhir persidangan, hakim ketua memutuskan persidangan akan dijadwalkan kembali pada 17 Juli 2020 dengan agenda kesimpulan dan putusan.

Sebelumnya, Evi Novida Ginting Manik tidak terima dipecat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari jabatan komisioner KPU RI. Oleh sebab itu, Evi melayangkan gugatan terhadap Jokowi ke PTUN.

Kasus bermula saat DKPP memberhentikan dengan tidak hormat Evi karena sudah melanggar 3 kali kode etik penyelenggara pemilu. Pada 18 Maret 2020, DKPP resmi memecat Evi.

Menindaklanjuti hal itu, Presiden Jokowi kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34/P Tahun 2020 pada 23 Maret 2020. Tidak terima dengan hal itu, Evi menggugat Jokowi ke PTUN Jakarta.

(dwia/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads