Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis survei tentang kecemasan publik di lingkaran zona merah Corona (COVID-19). Hasilnya, ada 84,2 persen masyarakat khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok.
Angka 84,2 persen ini didapat dari hasil pertanyaan 'Seberapa Ibu/Bapak khawatir apabila tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari akan menimpa Ibu/Bapak? Apakah sangat khawatir, khawatir, tidak khawatir atau sangat tidak khawatir?'
Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan jumlah responden 8.000. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner dengan margin of eror +- 2,05 persen, waktu survei 8 hingga 15 Juni 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tingkat kekhawatiran publik bahwa mereka tak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga berada di zona merah. Sebanyak 84,2 % publik menyatakan bahwa saat ini mereka sangat/cukup khawatir, dan hanya sebesar 15,1 % yang menyatakan tidak khawatir/sangat tidak khawatir. Sedangkan yang tidak tahu atau tidak menjawab ada 0,7%," ujar peneliti LSI, Ardian Sopa, Selasa (7/7/2020).
Ardian merinci, mayoritas yang merasa khawatir itu masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah Rp 1,5 juta. Dan yang berada di paling bawah tingkat khawatirnya di kalangan penghasilan di atas Rp 4,5 juta. Ardian menilai baik penghasilan tinggi atau rendah merasa khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya di tengah pandemi.
"Kekhawatiran terhadap kebutuhan yang paling pokok yaitu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga dirasakan oleh mereka yang dikategorikan kelas ekonomi menengah atas. Sebanyak 67,7 % publik menyatakan bahwa mereka khawatir tak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan sebesar 31,5 % yang menyatakan tidak khawatir," katanya.
Sementara di kelas pendidikan, hasil survei menunjukkan masyarakat yang berpendidikan lulus SD atau SMP memiliki tingkat khawatir yang tinggi. Lulusan SMP hingga yang mengatakan pernah kuliah juga menurut Ardian merasa khawatir juga, mereka memiliki tingkat khawatir 80 hingga 70 persen.
Kekhawatiran ini juga dimiliki oleh semua penganut agama. Dari sisi gender juga dilihat baik perempuan dan laki-laki memiliki tingkat khawatir yang sama, perempuan berada di angka kekhawatiran 85,7 persen dan laki-laki 82,6 persen.
"Kemudian dari segmen agama juga sama bahwa rata-rata angka di 80 persenan. Jadi kekhawatiran nggak melanda agama tertentu, tapi melanda segmen yang sama," katanya.
Lebih lanjut, kekhawatiran ini juga melanda semua orang di segi umur. Baik kaum milenial ataupun kaum senior juga merasa khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok mereka di tengah zona merah. Kategori usia yang disurvei itu sejak usia 19 tahun atau di bawahnya hingga usia 50 tahun ke atas.
"Yang merasa sangat atau cukup khawatir itu ada di usia 30 sampai 39 tahun dengan persentase 88,2 persen," katanya.
Sementara itu, dari segi politik jika dilihat dari kategori saat Pilpres 2019, baik pemilih Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandi, kata Ardian, sama-sama merasakan kekhawatiran. Untuk kategori pemilih partai politik juga sama dengan pemilih saat Pilpres semuanya merasa khawatir.
"Kekhawatiran tak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga merata di semua konstituen partai politik. Rata-rata di atas 80% mereka menyatakan khawatir," kata Ardian.
Kategori Pemilih saat Pilpres dengan pertanyaan 'seberapa Ibu/Bapak khawatir apabila tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari akan menimpa Ibu/Bapak? Apakah sangat khawatir, khawatir, tidak khawatir atau sangat tidak khawatir'. Berikut hasil survei berdasarkan pendukung saat Pilpres:
- pemilih Jokowi-Ma'ruf Amin: sangat/cukup khawatir ada 86,2 persen, tidak khawatir/sangat tidak khawatir 13,3 persen.
- pemilih Prabowo-Sandiaga: sangat/cukup khawatir ada 83,9 persen, tidak khawatir/sangat tidak khawatir 15,9 persen.
- Rahasia/tidak tahu/tidak jawab: sangat/cukup khawatir ada 79,3 persen, tidak khawatir/sangat tidak khawatir 19,6 persen.