Komisi VIII DPR RI mengkritik keras Kementerian Agama (Kemenag) yang melibatkan TNI dalam program peningkatan kerukunan umat beragama. TNI dinilai tidak perlu terlibat di program kerukunan beragama.
Kemenag sebelumnya membahas program-program peningkatan kerukunan umat beragama TNI AD di kantor Kemenag pada 30 Juni 2020. Pertemuan dipimpin langsung oleh Menteri Agama Fachrul Razi dan dihadiri Waaster KSAD Brigjen TNI Sugiyono serta staf khusus Menag, termasuk juru bicara Kemenag, Oman Fathurahman.
Menurut Fachrul, selain strategi pertahanan dan militer, pendekatan keagamaan memiliki peluang dan peran signifikan dalam menjaga keutuhan NKRI. Untuk memperoleh hasil yang optimal, menurutnya, dibutuhkan kerja sama antara Kemenag sebagai leading sector keagamaan dengan lembaga pertahanan negara, seperti TNI dan Polri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita perlu membahas apa saja yang telah dilakukan dari sisi pertahanan, sehingga Kemenag bisa melengkapi dan memainkan peran optimal dalam pendekatan keagamaan. Tujuan kita tentunya peningkatan kerukunan umat beragama," kata Fachrul dalam rapat saat itu, seperti disampaikan dalam rilis di situs resmi Kemenag.
Menanggapi rencana pelibatan TNI di program peningkatan kerukunan umat beragama, anggota Komisi VIII DPR F-PKB Maman Imanulhaq menolak keras. Menurutnya, hal itu bertentangan dengan hak asasi manusia.
"Saya ingin mengoreksi pernyataan juru bicara Kemenag, Saudara Oman Fathurahman, tentang pelibatan TNI dalam urusan kerukunan umat beragama. Kami menolak keras upaya itu. Kenapa? Yang pertama, itu bertentangan dengan prinsip demokrasi, human rights atau HAM, agenda reformasi sektor keamanan, serta UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, UU TNI," kata Maman dalam rapat kerja Komisi VIII dengan Kemenag, Selasa (7/7/2020).
Menurut Maman, Kemenag tidak perlu melibatkan TNI dan lebih mengerahkan satuan kerja di tingkat bawah, seperti Kantor Urusan Agama (KUA) dan penyuluh. Ia khawatir, jika TNI dilibatkan, yang dihasilkan adalah kerukunan semu.
"Yang harus dilakukan Kemenag bukan pendekatan keamanan, tapi pendekatan biologis. Bapak punya satker ke bawah paling menyentuh, dari semua kementerian, Kemenag itu paling bagus. KUA, penyuluh, dan lain sebagainya, dan itu sudah berfungsi. Kalau itu diambil oleh tentara, yang terjadi adalah kerukunan semu, bukan kerukunan yang substansional," ujar Maman.
Maman khawatir pelibatan TNI dalam program ini akan menodai citra Kemenag yang menurutnya sudah baik. Ia mengingatkan agar tak ada agenda dwifungsi TNI.
"Ini adalah kegaduhan yang tidak perlu dilakukan oleh Kemenag, yang hari ini menurut saya sudah on the track, mulai sense of pandemic-nya terlihat, mulai meraih kiai dan madrasah, tapi jangan ternodai oleh pelibatan tentara. Biarkan tentara menjaga kita secara teritorial dan agenda reformasi kita adalah dwifungsi ABRI, TNI itu betul-betul berlaku," tuturnya.
Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto sepakat dengan pernyataan Maman. Menurutnya, Menag Fachrul sebagai purnawirawan TNI bisa disalahkan jika TNI dilibatkan di program Kementerian Agama.
"Itu betul, Pak Menteri. Kalau tentara terlibat, nanti Pak Menteri lagi yang dituduh, Pak, karena jenderal bintang 4 jadi Menteri Agama. Seolah-olah dwifungsi ABRI mau dikembalikan, gitu, Pak Kiai (Maman) ya. Nah, jangan sampai," ujar Yandri.
(azr/elz)