KPK mengeksekusi mantan Pejabat PUPR Muara Enim, Elfin MZ Muchtar terpidana kasus suap proyek di Dinas PUPR Muara Enim. Elfin menjalani putusan 4 tahun penjara.
Eksekusi itu dilakukan oleh jaksa KPK Andry Prihandono Amin pada Rabu (1/7). Eksekusi terhadap Elfin MZ itu melaksanakan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang Nomor 33/Pid.Sus-Tpk/2019/PN.Plg tanggal 28 April 2020.
"Atas nama terdakwa A. Elfin MZ Muhtar dengan melakukan penyetoran ke kas negara atas pembayaran denda sebesar Rp 200.000.000,00 dan pembayaran uang pengganti sebesar Rp300.000.000,00," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri dalam keterangan pers tertulisnya, Minggu (5/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ali mengatakan Elfin yang kala itu menjabat sebagai Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Muara Enim sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bertindak menjadi perantara dalam mengatur pembagian uang fee proyek di Muara Enim ke Bupati nonaktif Ahmad Yani. Elfin terbukti turut menerima suap dari pengusaha Robi Okta Fahlefi.
"Dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi karena terbukti menerima suap dari terdakwa Robi Okta Fahlefi berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar, tanah senilai Rp 2 miliar di wilayah Tangerang dan sepasang sepatu basket seharga Rp 25 juta," ujarnya.
Di waktu yang sama, KPK melalui jaksa KPK Leo Sukoto Manalu juga mengeksekusi terhadap istri Bupati Karawang nonaktif, Nurlatifah di kasus korupsi. Eksekusi itu melaksanakan putusan Mahkamah Agung Nomor: 2864 K/Pid.Sus/2015 tanggal 13 Januari 2016.
"Dalam perkara atas nama terdakwa Nurlatifah dengan melakukan penyetoran ke kas negara atas pembayaran denda sebesar Rp 300.000.000,00," ucapnya.
Nurlatifah bersama sang suami yang juga Bupati nonaktif Karawang, Ade Swara divonis bersalah menerima suap sebesar Rp 5 Miliar dari PT Tatar Kertabumi anak perusahaan Agung Podomoro Land (APL). Suap ini guna pengurusan pembuatan SPPR untuk mal di wilayah Karawang.
Ali menyebut pihaknya akan fokus memaksimalkan pengembalian aset negara dari hasil tindak pidana korupsi tersebut. KPK, kata Ali, juga akan menagih uang denda mapun uang penggati yang akan diserahkan ke kas negara.
"KPK akan terus memaksimalkan pemasukan bagi kas negara melalui asset recovery dari hasil tindak pidana, diantaranya dengan penagihan uang denda maupun uang pengganti terhadap para terpidana dan kemudian melakukan penyetoran ke kas negara," tuturnya.
Diketahui, kasus bermula saat Ade dan Nurlatifah ditangkap penyidik KPK pada 17 Juli 2014. Ia ditangkap terkait jual beli perizinan. KPK menuntut keduanya dengan hukuman 8 tahun penjara.
Pada 15 April 2015, Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara untuk Ade dan 5 tahun untuk Nurlatifah. Oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, hukuman dinaikkan menjadi 7 tahun dan 6 tahun penjara.