Vonis Mati Pembunuh dari Kalsel, Hakim Tegaskan RI Bukan Penganut HAM Liberal

Vonis Mati Pembunuh dari Kalsel, Hakim Tegaskan RI Bukan Penganut HAM Liberal

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 05 Jul 2020 10:39 WIB
Ilustrasi Palu Hakim
Ilustrasi (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Pengadilan Negeri (PN) Pelaihari, Tanah Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel), menjatuhkan hukuman mati kepada Rosehan Anwar (35). Rosehan membunuh secara berseri dua korbannya, Amruzi dan Masrafah. Selain itu, ia terlibat banyak kejahatan lainnya.

Rosehan menghabisi nyawa Amruzi pada 2011. Mayat Amruzi dibuang dan tidak ditemukan secara berbulan-bulan.

Merasa aman karena pembunuhan pertama tidak terungkap, kemudian pembunuhan diteruskan dengan menghabisi nyawa Masrafah pada 2 Juni 2012.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masrafah dihabisi secara biadab di semak-semak di Desa Bentok, Bati-bati, Tanah Laut. Sejurus kemudian, jasad Masrafah digotong dan dimasukkan ke sebuah sumur tua yang tidak jauh dari lokasi. Setelah itu, Rosehan menyiramkan bensin ke tubuh Masrifah dan membakarnya.

Rosehan lalu kabur dan menghilang. Dalam pelariannya, ia ditangkap dan diadili karena kasus penganiayaan pada 2018. Dari kasus ini, terbongkarlah kejahatan biadab Rosehan. Akhirnya Rosehan diadili untuk kejahatan yang dilakukan 7 tahun sebelumnya.

ADVERTISEMENT

Pada 21 April 2020, PN Pelaihari menjatuhkan hukuman mati kepada Rosehan. Duduk sebagai ketua majelis Harries Konstituanto dengan anggota Riana Kusumawati dan Andika Bimantoro.

"Majelis hakim mempertimbangkan bahwa hukuman mati dilihat dari perspektif Islam adalah berbicara tentang syariat, yakni agama Islam yang memiliki sistem tersendiri di mana pada setiap bagiannya saling berkaitan untuk mendapatkan tujuan tertentu yang semua bersumber dari tauhid yang dijadikan inti dari akidah dan dari akidah tersebut akan terbentuk syariat serta akhlak Islam," kata majelis hakim yang dikutip dari putusan PN Pelaihari, Minggu (5/7/2020).

Walaupun ajaran Islam memberlakukan hukuman mati, kata majelis, masih ada batasan dan ketentuan mendetail untuk orang yang akan mendapatkan hukuman mati tersebut. Jadi seseorang tidak dihukum secara sembarang dengan hukum mati menurut agama Islam.

"Hukuman mati akan lebih bermanfaat diberlakukan apabila hukuman mati akan lebih baik dijatuhkan pada terdakwa untuk kepentingan masyarakat. Seperti contohnya, hukuman mati yang dijatuhkan akan membuat masyarakat luas lebih merasa damai dan tenteram," papar majelis.

Majelis mengutip Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 178:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih;

Serta Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 45:

Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim;

Juga Al-Quran surat Al-Israk ayat 33:

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.

Majelis menolak argumen kuasa hukum yang menyatakan hukuman mati melanggar HAM. Menurut majelis, negara menjatuhkan hukuman mati adalah tidak melanggar HAM yang berlaku.

"Karena hukuman ini tidak semata-mata hanya bertujuan untuk menghilangkan nyawa seseorang saja tetapi juga untuk menjaga dan melindungi warga negara dari daya rusak kejahatan luar biasa," beber majelis.

Dalam pertimbangannya itu, majelis menegaskan Indonesia memiliki kedaulatan untuk melaksanakan suatu hukuman mati karena merupakan hukum positif yang masih diterapkan hingga saat ini. Hukuman mati di Indonesia bukanlah sesuatu yang melanggar hak asasi manusia karena hak asasi manusia dalam undang-undang dapat dibatasi semata-mata demi menghormati hak asasi orang lain.

"Indonesia menganut HAM yang bisa dibatasi oleh UU, bukanlah HAM yang tanpa batas atau bukan HAM liberal yang tanpa batas. Di mana pembatasan diberlakukan semata-mata untuk terlindunginya HAM orang lain dan untuk menghormati orang lain," ujar majelis dengan suara bulat.

Putusan majelis di atas diamini oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Majelis tinggi menolak banding Rosehan dan tetap menjatuhkan hukuman mati kepada Rosehan. Duduk sebagai ketua majelis tinggi Abdul Siboro dengan anggota M Kadarisman dan Setyaningsih.

Halaman 2 dari 2
(asp/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads