Peneliti LIPI Prof Siti Zuhro mengusulkan agar presidential threshold dikurangi setengahnya atau bahkan menjadi nol persen dalam revisi UU Pemilu. Dengan begitu, menurutnya, partai besar dan partai kecil sama-sama memahami tanggung jawabnya.
"Beberapa usulan saya, tentang presidential threshold itu yang paling mungkin hanya separuhnya atau nol. Kalau nol berisiko tidak? Jadi semua itu disimulasikan, baik partai besar, partai menengah, atau partai kecil yang ada di DPR dan di luar DPR juga ikut memahami dan menyadari bahwa punya tanggung jawab," kata Siti dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi II DPR, Selasa (30/6/2020).
Untuk diketahui, presidential threshold dalam Pilpres 2019 adalah 20 persen. Siti mengusulkan agar Komisi II DPR membuat simulasi jika presidential threshold dikurangi setengahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi di presidential threshold itu saya mengusulkan coba dibuat simulasi dengan cukup saksama oleh Komisi II, apakah dengan menetapkan seperti yang sudah berlaku di Pemilu 2019 bisa dilaksanakan dan ada kemanfaatannya, atau mungkin setengahnya saja. Kalau setengahnya saja, apakah memungkinkan ada kompetisi dan kontestasi atau supaya muncul calon-calon lain. Terus terang kita harus memahami kondisi faktual sosial kemasyarakatan kita yang belum dalam posisi harmonis," ujarnya.
Menurut Siti, presidential threshold juga bisa diterapkan untuk perampingan partai politik. Siti menyebut perlu dipikirkan cara untuk perampingan partai ini selain adanya ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT).
"Jadi kita harapkan memang dari praktik sistem presidential threshold itu yaitu perampingan partai. Lalu perampingan melalui apa? Apakah efektif melalui presidential threshold atau parliamentary threshold," ujar Siti.
"Jadi pengalaman selama ini menunjukkan justru dengan PT yang naik terus tidak juga bisa ramping sampai lima (parpol). Jadi apa yang mungkin bisa merampingkan partai politik tanpa harus mensubordinasi partai yang kategorinya partai kecil," imbuhnya.