Bawaslu menerima laporan dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) sebanyak 369 laporan pada pemilihan kepala daerah. Bawaslu menyebut jenis pelanggaran netralitas ASN paling banyak adalah mereka yang memberikan dukungan melalui media sosial.
"ASN memberikan dukungan melalui media sosial atau media massa online. Saya kira ini yang terbanyak (laporan pelanggaran) dan kami mengingatkan kepada jajaran ASN agar betul-betul secara bijak dalam menggunakan fasilitas media sosial," kata Ketua Bawaslu, Abhan, di acara webinar kampanye virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, yang disiarkan di akun YouTube KASN RI, Selasa (30/6/2020).
Abhan mengingatkan agar ASN berhati-hati saat hendak menampilkan foto pasangan calon atau konten terkait kampanye di media sosial. Selain itu, Abhan menilai tindakan menyukai konten terkait peserta Pilkada di media sosial merupakan bentuk dukungan, oleh karenanya ia meminta ASN bijak dalam bermedia sosial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya mengupload atau menampilkan mengunduh di media sosialnya kegiatan kampanye pasangan calon atau men-likes itu bagian dari bentuk dari dukungan. Jadi dianggapnya bukan pelangggaran, tetapi itu sudah secara substansi menunjukkan keberpihakan dalam bermedia sosial. Maka sekali lagi hati-hati ASN di dalam menggunakan media sosial di tengah-tengah masa kampanye ini," ujarnya.
Adapun jenis pelanggaran netralitas lainnya, ASN menghadiri acara yang terkait kegiatan kampanye pasangan calon. Seperti menjadi pembawa acara dan aktif terlibat dalam kampenye itu.
"Ini yang jelas sebagai bentuk pelanggaran, ASN menghadiri silaturahmi menguntungkan bakal calon bisa juga ASN terlibat aktif menjadi pembawa acara dalam kegiatan silaturahmi atau kegiatan-kegiatan kampanye yang ada substansi kampanyenya secara aktif terlibat," ujar Abhan.
Selain itu jenis pelanggaran netralitas ASN lainnya misalnya ASN melakukan sosialisasi bakal calon melalui alat peraga kampanye. Kemudian disusul dengan ASN melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik.
"Kemudian ASN melakukan pendekatan mendaftarkan diri pada salah satu parpol, jadi ini untuk mendapatkan rekomendasi, ASN belum mundur sudah mendaftarkan diri dan sebagainya," kata Abhan.
Lebih lanjut, ada pula pelanggaran netralitas ASN karena menggunakan atribut pada saat melakukan fit and proper test. Kemudian, pelanggaran lainnya ASN mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung salah satu calon.
"ASN mendampingi bakal calon melakukan pendaftaran dan fit and proper test. Ini biasanya juga nanti ketika masa-masa pendaftaran calon ini ikut-ikut ya. Karena apa? Mungkin yang daftar itu incumbent, yang daftar itu adalah mantan Sekda-nya. Itu potensi ASN mendampingi bakal calon ketika melakukan pendaftaran," ujarnya.
Selain itu jenis pelanggaran lainnya, adalah ASN mendaftarkan sebagai bakal calon perseorangan. Ada juga ASN mempromosikan diri sendiri atau orang lain, kemudian ASN mendeklarasikan diri sebagai calon kepala daerah.
"Belum mundur sudah mendeklarasikan diri," ujarnya.
Abhan mengatakan Bawaslu menerima 369 laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN. Diantaranya sebanyak 324 laporan diteruskan ke KASN untuk diberikan rekomendasi.
"Ada 369 dugaan laporan, 39 ini karena tidak cukup bukti, kemudian ada 5 yang diproses ada pelanggaran lain selain administratif ada dugaan pidana dan sebagaianya, ada pelanggaran-pelanggaran di undang-undang lainnya dan kami teruskan kepada KASN ada 324. Cukup banyak dari persentasi 369 kemudian rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh KASN hampir 90 persennya. Saya kira ini kerja sinergritas antara Bawaslu dan KASN yang baik yang perlu kita tingkatkan," kata Abhan.
Bawaslu mengingatkan ASN untuk tidak melakukan pelanggaran netralitas. Sebab ada sanksi pidana dan administratif yang diatur di Perbawaslu nomor 6 tahun 2018 tentang pengawasan netralitas pegawai ASN, anggota TNI dan Polri.
"Jadi perlu diingat kepada kawan-kawan ASN bahwa selain sanksi administratif ada sanksi pidana. Sanksi pidana beberapa pasal sudah menyebut misalnya ASN dilarang membuat kebijakan atau tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon dan itu bisa menjadi bagian dari norma di pidana," katanya.