Wali Kota Surabya Risma menangis dan bersujud saat audiensi bersama IDI Jatim dan IDI Surabaya di Balai Kota Jalan Wali Kota Mustajab. Gesture Risma saat menangis dinilai sebagai ekspresi penderitaan mental.
"Ini sudah level agony. Sedih tertinggi dipicu mental suffering (penderitaan), ketidakberdayaan dan kekecewaan. Bukan lebay. Lebay tidak bisa menunjukkan emosi agony. Aktor Film bahkan nggak ada yang bisa sampai level 'agony' karena kan mental mereka aslinya tidak semenderita itu," kata pakar gesture, Handoko Gani, kepada detikcom, Senin (29/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Handoko merupakan pakar gesture, trainer interview, dan analisis perilaku (human lie detector) dari latar belakang sipil yang memiliki otorisasi penggunaan alat layered voice analysis (LVA).
Handoko mengalisis gesture tersebut melalui video Risma yang menangis hingga memeluk kaki. Dia melihat gesture ini lewat micro expression dan gesture.
Dia tak setuju jika ekspresi Risma itu dianggap berlebihan atau lebay. Menurutnya, ada muatan kesakitan dari tangisan Wali Kota Surabaya itu.
"Kalau dikatakan terlalu emosional, saya tidak sepakat. Ada agony soalnya. Agony ini dikarenakan orang betul-betul dalam kondisi tertekan, ketidakberdayaan, kemarahan, kesedihan, kecewa jadi satu," tutur Handoko.
Sebelumnya Risma menangis meronta-ronta saat audiensi bersama IDI. Dia mengaku goblok dan tak pantas menjadi wali kota.
"Saya memang goblok, saya tak pantas jadi wali kota," kata Risma di Balai Kota Surabaya, Senin (29/6/2020).
Risma menangis lantaran tidak bisa berkomunikasi dengan RSU dr Soetomo, padahal dirinya sudah membuka dan membangun komunikasi berkali-kali. Namun hasilnya tetap nihil. Dia mengharapkan warganya yang terkena COVID-19 bisa dirawat di RSU dr Soetomo.
"Kami tidak terima. Karena kami tak bisa masuk ke sana (RSU dr Soetomo)," tambah Risma.
Dalam audensi itu, Risma mendengar keluhan ruang isolasi sudah penuh karena banyaknya pasien yang dirawat. Ketua Pinere RSU dr Soetomo, dr Sudarsono bahkan menyampaikan, rumah sakitnya overload pasien COVID-19 karena masih banyak warga yang tidak menerapkan protokol kesehatan.
Baca juga: Detik-detik Risma Sujud di Depan IDI |
Menanggapi hal itu, Risma mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa masuk ke rumah sakit milik Pemprov Jatim seperti RSU dr Soetomo. Pemkot Surabaya tidak bisa masuk untuk berkomunikasi.
"Tolonglah kami jangan disalahkan terus. Apa saya rela warga saya mati. Kita masih ngurus orang meninggal jam 03.00 pagi, bukan warga Surabaya. Kami masih urus," lanjut Risma sambil menangis.
Bahkan Risma sudah menawarkan ruang isolasi yang masih kosong di RS Husada Utama untuk pasien RSU dr Soetomo. Di RS Husada Utama tersedia 100-an bed yang belum digunakan untuk pasien COVID-19. Bantuan dari Pemkot Surabaya berupa APD juga sempat ditolak RSU dr Soetomo.