Diminta Kriminalisasi Ortu yang Anaknya Naik Motor, MK: Tugas DPR!

Diminta Kriminalisasi Ortu yang Anaknya Naik Motor, MK: Tugas DPR!

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 26 Jun 2020 15:31 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi
Gedung MK (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Sejumlah Mahasiswa FH Universitas Sahid (Usahid) Jakarta meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membuat regulasi agar orang tua ikut dipidana apabila anaknya yang memakai sepeda motor terlibat kecelakaan. Namun MK menolaknya karena kebijakan pembuatan regulasi ada di ranah DPR selaku lembaga legislatif.

Para mahasiswa ini mengajukan permohonan pengujian Pasal 311 ayat 1 UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Pasal itu berbunyi:

"Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para mahasiswa meminta MK mengubah bunyi pasal itu menjadi:

Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang, dimaknai termasuk pengemudi yang belum memasuki usia dewasa secara hukum, maka terhadap orang yang dengan sengaja memberikan/meminjamkan kendaraan bermotor dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

ADVERTISEMENT

Atas permohonan di atas, MK menyatakan keinginan mahasiswa masuk dalam kualifikasi kriminalisasi, yaitu perbuatan yang dulunya bukan perbuatan pidana diminta menjadi perbuatan pidana. Oleh sebab itu, MK menegaskan tidak punya kewenangan membuat kriminalisasi.

Tonton juga video 'Menantang Maut! 6 Remaja Boncengan Naik 1 Motor':

"Kriminalisasi berkaitan erat dengan tindakan pembatasan hak dan kebebasan seseorang di mana pembatasan demikian berdasarkan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia adalah kewenangan eksklusif pembentuk undang-undang," ujar MK dalam putusan yang dikutip detikcom, Jumat (26/6/2020).

Putusan itu dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada Kamis (25/6) kemarin. Sembilan hakim konstitusi sepakat menolak permohonan para mahasiswa Usahid itu.

"Seandainya dikabulkan, mengharuskan Mahkamah untuk membentuk norma hukum baru, in casu merumuskan kebijakan kriminalisasi. Pembentukan norma baru secara fundamental selalu dihindari oleh Mahkamah, karena hal demikian merupakan tugas lembaga legislatif sebagai positive legislator," papar majelis hakim.

Dalam putusan tersebut, MK menegaskan kebijakan kriminalisasi (criminal policy) yang berkaitan erat dengan perampasan kemerdekaan warga negara benar-benar harus mendapatkan persetujuan lembaga perwakilan rakyat yang merupakan representasi kehendak rakyat. Dengan demikian, melalui putusan tersebut, MK mendorong agar makna Pasal 311 ayat (1) UU LLAJ sebagaimana dimaksud para Pemohon diusulkan kepada lembaga legislatif untuk dibahas sebagai kebijakan pidana.

"Dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan di jalan yang diakibatkan oleh adanya pengendara kendaraan bermotor yang masih di bawah umur," pungkas majelis hakim.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads