Selama tiga bulan Indonesia 'diserang' wabah COVID-19, dampak terhadap perekonomian nasional pun tak terhindarkan. Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan meski krisis saat ini tak lebih dalam dibandingkan krisis 1998, tapi lebih dalam dibandingkan krisis yang terjadi 12 tahun silam.
"Sekarang ini tidak lebih dalam dari 1998 namun lebih dalam dari tahun 2008 dan kalau kita lihat dari seluruh sektor ini seluruhnya trennya turun," ucap Airlangga dalam Webinar Reset & Transformasi Ekonomi (Economic Reset & Transformation): Mendorong Peran Dunia Usaha dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (18/6/2020).
Ia menerangkan pada masa COVID-19 ini utilisasi industri turun 50%, kegiatan ekonomi juga menurun, hal itu juga diperparah dengan meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, karena banyak perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawan untuk mengurangi pengeluaran perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berharap di masa post COVID-19 yang akan datang akan ada transformasi ekonomi untuk meningkatkan lagi geliat perekonomian nasional. Airlangga juga sangat mendorong para UMKM yang kini sangat terdampak pandemi ini untuk bertahan dan kemudian ada transformasi digitalisasi UMKM.
![]() |
"Post COVID-19 ini adalah (waktunya) transformasi digitalisasi, infrastruktur, transformasi melalui undang-undang cipta kerja, layanan investasi OSS, kemudian digitalisasi UMKM, pengembangan fintech dan sustainabilitas daripada ekonomi," terangnya.
Di era pandemi ini masyarakat lebih banyak melakukan kegiatan di dunia maya. Pengguna aktif internet di Indonesia pun kini sudah mencapai 150 juta pengguna. Ini merupakan sebuah transformasi digital yang mulai muncul di tengah pandemi dan seharusnya akan semakin berkembang pada masa post pandemi.
Airlangga mengungkapkan untuk mewujudkan seluruh transformasi ekonomi dan digital ini, perlu adanya kerja sama antara akademisi, masyarakat dan dunia usaha. Pemerintah pun, lanjutnya, akan terus melakukan intervensi agar tercapai keseimbangan antara sosial dan ekonomi.
"Ini membutuhkan kerja sama antara akademisi masyarakat dan dunia usaha dan yang terjadi jika kita menjaga bahwa pemerintah akan terus intervensi agar tercapai keseimbangan antara sosial dan ekonomi," ucapnya.
(ega/ega)