Di era digital, mengkreasikan content marketing merupakan suatu hal penting dalam membangun strategi pemasaran. Transmedia storytelling muncul sebagai salah satu teknik penyampaian content marketing yang digemari perusahaan bidang film, buku, game, hingga politik.
Transmedia storytelling merupakan cara penyampaian content marketing lewat alur cerita yang disebarkan melalui berbagai kanal. Terkait teknik pembuatan transmedia storytelling, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (FIKOM UMN) mengadakan webinar 'Transmedia Storytelling as a Content Marketing Strategy' pada Rabu (17/6/2020).
Dosen Marketing Communication & Creative Writing Dian Nuranindya menjadi pembicara utama dalam webinar tersebut dengan moderator Dosen Mass Communication&Popular Culture Cendera Rizky.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dian mengungkapkan, transmedia storytelling merupakan pengembangan dari konsep integrated marketing communication. Konsepnya, yaitu memecah cerita dari buku, game, dan film menjadi beberapa fragmen hingga membentuk suatu kesatuan alur cerita.
"Masing-masing media melengkapi untuk membentuk suatu cerita yang utuh. Kayak kita nyusun puzzle, kan gambar utuh yang sebenarnya baru bisa kita lihat kalau semua kepingannya sudah disusun," kata Dian.
Dian menjabarkan, terdapat tiga kriteria utama dalam Transmedia Storytelling. Pertama, menggunakan multiple media sebagai sarana penyampaian pesan, memiliki satu cerita utama sebagai universe, dan menghindari redundansi antar media.
Penyampaian pesan melalui storytelling, kata Dian, merupakan cara yang cukup efektif karena manusia menyukai cerita. Cerita dapat ditujukan untuk menghibur, memberi informasi, hingga menjadi sarana persuasif.
Menurut dosen yang juga penulis novel masyhur berjudul Dealova tersebut, pikiran manusia tidak menyukai objek acak dan karenanya sering membuat cerita sendiri untuk memahami kejadian dari objek yang terpisah. Manusia secara alami dan sering secara tidak sadar telah menghubungkan kumpulan titik-titik yang membentuk suatu figur visual tertentu yang memiliki arti.
"Pada dasarnya kita semua senang mendengarkan cerita dan kita semua senang bercerita, karena setiap orang pasti punya cerita masing-masing di dalam hidupnya. Ini akan menjadi menarik karena orang merasa ada kedekatan ketika orang mendengar sebuah cerita," jelas Dian.
Ia menambahkan, alur Content Marketing Strategy secara berurutan terdiri dari: penentuan tujuan cerita, pemetaan audiens, pembuatan ide dan rencana konten penegasan konten, distribusi konten, pembuatan konten, evaluasi konten, dan penyempurnaan konten.
"Ada three stages of engagement dalam Transmedia Storytelling, engagement kepada audiens termasuk yang paling penting. Jadi, bagaimana audiens itu bisa masuk dan ikut serta dalam membangun suatu cerita itu," imbuh Dian.
Three stages of engagement terdiri dari tahap discovery, di mana audiens akan mencurahkan perhatian dan akan mengevaluasi konten. Selanjutnya tahap experience, di mana audiens sudah mulai menyukai konten yang dibuat. Terakhir tahap eksplorasi, di mana audiens bisa mengajak orang lain untuk ikut menikmati konten dan turut berkontribusi terhadap konten yang dibuat.
Ketika ingin mengembangkan cerita, pembuat dapat memilih beberapa opsi, di antaranya menciptakan topik berbeda namun dengan latar lokasi dan karakter yang sama, menciptakan karakter baru namun latar lokasi dan waktu tetap sama, mengembangkan lokasi atau situasi baru dengan waktu dan karakter yang tetap, atau menciptakan latar waktu dan tempat baru namun dengan karakter tetap.
Sebagai informasi, webinar tersebut diikuti oleh 250 partisipan yang berasal kalangan akademisi, seperti dosen, guru dan mahasiswa, juga kalangan praktisi PR, jurnalis dan profesional lainnya.
(ads/ads)