Permisi Gelar Dialog Virtual Bahas Isu Rasisme

Permisi Gelar Dialog Virtual Bahas Isu Rasisme

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 13 Jun 2020 12:41 WIB
Permisi gelar dialog virtual bahas isu rasisme
Permisi menggelar dialog virtual membahas isu rasisme. (Foto: dok. Istimewa)
Jakarta -

Perempuan Milenial Indonesia (Permisi) mengadakan dialog virtual dengan tema 'Melawan Rasisme dengan Semangat Bhinneka Tunggal Ika'. Agenda ini digelar untuk mencegah masalah rasisme seperti di Amerika Serikat (AS) merebak di Indonesia.

Dalam dialog yang digelar Jumat (12/06) ini, hadir sebagai narasumber Ketua Umum PB PMII Agus Mulyono Herlambang. Turut pula akademisi Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado Lidya Kandowangko dan Plt Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Juri Ardiantoro.

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai aktivis dari berbagai organisasi yang tersebar di beberapa daerah, termasuk dari Papua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dialog ini kami lakukan sebagai salah satu upaya intelektual untuk mencegah masalah rasisme agar tidak sampai terjadi di Indonesia. Karena kami melihat belakangan ini ada beberapa oknum mencoba menggiring dan mengaitkan masalah rasisme di Amerika Serikat ke Indonesia, khususnya masyarakat Papua," kata Koordinator Nasional Permisi Ananda Lamadau, yang bertindak sebagai moderator dalam dialog tersebut.

"Tentu ini sangat berbahaya jika tidak disikapi dengan baik dan penuh kehati-hatian khususnya oleh generasi milenial. Apalagi di tengah pandemi saat ini. Jangan sampai ada yang mencoba memancing di air keruh," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Di kesempatan itu, Lidya Kandowangko juga menyampaikan pandangannya. Dia menyatakan, dalam mencegah masalah rasisme, mesti ada kesetaraan, keadilan, dan persaudaraan.

"Di Indonesia tidak ada warga nomor satu atau nomor dua. Tidak ada subordinasi. Kalau kita bicara pemuda yang berbineka, berarti pemuda yang menerima perbedaan. Karena Indonesia itu bukanlah kamu atau mereka, tapi Indonesia itu adalah kita," ucapnya.

Sementara itu, Agus Mulyono Herlambang menyatakan Bhinneka Tunggal Ika tidak hanya dijadikan sebagai semboyan, tetapi juga cara hidup, bergaul, berkomunitas, dan berinteraksi satu sama lain.

"Kita mesti belajar pada Corona. Dia menyerang orang tidak menanyakan apa agamanya dulu. Semua dia perlakukan sama. Tidak melihat agama, suku, ras apa pun perbedaan yang ada. Hanya orang yang hidup disiplin, hidup sehat, rajin cuci tangan, pakai masker yang tidak bisa diserang," cetusnya.

Pada kesempatan itu juga, Juri Ardiantoro menyatakan, dalam mencegah radikalisme, masyarakat Indonesia mesti membangun kesadaran kolektif bahwa Indonesia itu plural.

"Membangun kesadaran kolektif ini menjadi penting. Yang terakhir, saya kira kita juga harus mendorong penegakan hukum dalam hal terjadi abuse of power, misalnya karena alasan rasisme. Kita sudah mempunyai perangkat hukum yang lengkap. Jadi menegakkan keadilan untuk melawan rasisme itu penting. Untuk memastikan kepastian hukum dan keadilan bagi setiap warga negara," jelasnya.

(hri/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads