Pergeseran tersebut ditemukan berdasarkan riset yang dilakukan LSI Denny JA dengan kajian data sekunder dari sejumlah lembaga, yakni Gallup Pol, Worldometer, dan data LSI Riset eksperimental Denny JA dan Eriyanto.
"Kecemasan publik atas kesulitan ekonomi kini melampaui kecemasan publik atas terpaparnya virus Corona," kata peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar, yang disampaikan secara daring dari kantornya, Jumat (12/6/2020).
"Ketika pertama orang mulai aware terhadap virus Corona, ketika di-launching, dinyatakan WHO sebagai pandemi di bulan Maret. Di era Juni ini ada turning point, dalam artian kecemasan virus sudah mulai turun tapi kecemasan ekonomi meningkat," imbuhnya.
Rully menjelaskan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab. Salah satunya, sebut dia, sejumlah perusahaan melakukan pengurangan karyawan sehingga banyak korban PHK.
"Karena isu-isu inilah publik mulai mencemaskan ekonomi rumah tangganya. Jadi, ketika mereka tidak bisa bergerak atau mereka kehilangan pekerjaannya, tabungan investasi atau ekonomi sudah mulai berkurang karena mau tidak mau dipakai, ketika era 3 bulan ini mau tidak mau publik akhirnya muncul kecemasan baru di luar kecemasan virus," papar Rully.
Oleh karena itu, Rully mengimbau pemerintah mengantisipasi agar kecemasan atas kesulitan ekonomi tidak memuncak. Dia juga menilai pemerintah perlu lebih menggencarkan kampanye penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.
"Tugas pemerintah terakhir kampanye protokol kesehatan ketika sudah pemberlakuan pembebasan ekonomi seperti sekarang, tapi harusnya kampanye protokol kesehatannya dua kali lipat ketika ketimbang melakukan itu dalam konteks lockdown. Jadi lebih digencarkan lagi tidak hanya di level pemerintah pusat dan daerah, tapi juga melibatkan sebanyak mungkin tokoh masyarakat, misalnya endorser, YouTuber, aktivis, dan tokoh masyarakat," sebut Rully.
(yld/zak)