Internasional Organization for Migration (IOM) menjelaskan beberapa modus yang biasa terjadi dalam perdagangan orang di kapal ikan. Modus tersebut dari penculikan, iming-iming gaji yang besar, hingga tawaran bekerja magang.
National Programme Coordinator Counter Trafficking and Labour Migration Unit (CTLM) IOM, Among Pundi Resi, mengatakan modus penculikan cenderung terjadi di luar negeri seperti Myanmar dan Laos. Sementara modus iming-iming gaji besar, penawaran magang, hingga penipuan sering terjadi kepada calon anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI).
"Kalau dari ABK kita rata-rata bujuk rayu dengan iming-iming gaji, jeratan utang, tawaran magang. Ini juga beberapa mereka disampaikannya adalah magang," kata Among dalam telekonferensi di diskusi bertajuk 'Mengungkap Kejahatan Perdagangan Orang dan Kerja Paksa pada Industri Perikanan Tangkap' pada Rabu (9/6/2020).
Among mengungkapkan banyak juga modus perekrutan ABK WNI dengan cara penipuan. Hal ini, menurut Among, biasa dilakukan oleh kerabat atau teman dekat.
"Kemudian menggunakan orang dekat. Sekarang perekrutannya mereka mulai menggunakan orang dekat sahabat dan teman dan teman sebaya. Dan penipuan jenis pekerjaan. Janjinya adalah bekerja di darat tapi ternyata di laut. Dan yang terakhir adalah penipuan dalam konteks tempat kerja atau sering kali para ABK hanya dibilang atau diinformasikan akan bekerja di Korea tanpa pernah diberi informasi yang memadai," jelas Among.
Selain itu, Among mengungkapkan beberapa jenis eksploitasi yang biasanya dilakukan oleh pihak kapal. Menurutnya, bentuk eksploitasi sering terjadi dalam bentuk pengaturan jam kerja yang panjang.
Among menambahkan, eksploitasi dalam bentuk penahanan dokumen dan penahanan gaji juga sering dilakukan oleh pengelola kapal ikan. Tak hanya itu, eksploitasi dalam bentuk kekerasan psikis, fisik, dan seksual juga rawan terjadi terhadap ABK WNI.
"Lalu penahanan dokumen sering sekali menjadi modus dalam perlakukan eksploitasi sehingga teman-teman ini tidak memiliki daya bagaimana bisa keluar dari eksploitasi karena mereka tidak memiliki dokumen," kata Among.
Lebih lanjut Among mengatakan eksploitasi dalam pemalsuan kontrak kerja juga sering terjadi terhadap ABK WNI. Menurutnya, sering terjadi perbedaan isi dalam kontrak kerja di bahasa terjemahan dan bahasa aslinya.
"Di versi bahasa itu semuanya oke punya lah, sehingga kalau dibaca oleh teman stakeholder di garda depan me-review, ya memang oke. Tapi begitu mereka sampai di atas kapal disodorkan dengan kontrak baru atau ketika masih transit disodorkan kontrak baru ditulis dengan bahasa yang tak mereka mengerti," tutur Among.
Among pun menyarankan agar ada koordinasi yang baik di antara semua stakeholder yang terlibat dalam proses penyaluran ABK WNI ke kapal ikan. Hal ini dimaksudkan agar tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tidak terjadi.
"Harus ada kerja sama dan koordinasi yang kuat antar lintas stakeholder karena ini tidak bisa diselesaikan oleh 1 institusi banyak sekali yang terlibat. Tadi bukan hanya soal kejahatan TPPO-nya sendiri itu sudah banyak layer (pihak) yang terlibat. Tambah ini di sektor perikanan tangkap semakin kompleks lagi gitu," ujar Among.