PTUN Jakarta Perintahkan Menlu Pecat PNS Ini yang Tak Masuk Kerja 72 Hari

PTUN Jakarta Perintahkan Menlu Pecat PNS Ini yang Tak Masuk Kerja 72 Hari

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 10 Jun 2020 14:13 WIB
Palu Hakim Ilustrasi
Ilustrasi palu hakim. (Foto: Ari Saputra)
Jakarta -

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memerintahkan Menteri Luar Negeri (Menlu) memecat PNS berinisial N karena tidak masuk kerja selama 72 hari. Menurut PTUN Jakarta, hukuman yang dijatuhkan Menlu berupa penurunan pangkat selama 1 tahun terlalu ringan.

Hal itu terungkap dalam Putusan PTUN Jakarta yang dipublikasikan website Mahkamah Agung (MA), Rabu (10/6/2020). N pernah dijatuhi hukuman disiplin berupa 'Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis' pada 2014. Sebab, karena N tidak masuk kerja dengan alasan yang tidak jelas selama 97 hari (akumulatif) kurun 1 Januari 2014 hingga 30 Desember 2014.

Kemudian pada 205-2016, ia kembali mengulang bolos kerja dengan total 72 hari kerja. Alasannya, N sakit dan ada masalah keluarga.



Perbuatan N dinilai melanggar Pasal 10 ayat 9 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yang berbunyi:


Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih.

Oleh sebab itu, Menlu menerbitkan Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor : 20924/B/KP/05/2019/03 tertanggal 27 Mei 2019 yang menunda kenaikan pangkat N selama setahun. Alasannya, pimpinan Kementerian Luar Negeri masih berkenan melakukan pembinaan maka hukuman disiplin yang dijatuhkan hanya berupa penundaan pangkat selama satu tahun.

N menggugat ke PTUN Jakarta. Alih-alih N mendapatkan penghapusan hukuman disiplin, malah PTUN Jakarta memerintahkan Menlu agar N dipecat.

"Memerintahkan kepada Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang baru berupa pemberhentian tidak atas permintaan Penggugat dari Pegawai Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia," ujar majelis yang diketuai oleh Baiq Yuliani dengan anggota Nelvy Christian dan Indah Mayasari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Menurut majelis, perbuatan tersebut merupakan bentuk dari pelanggaran disiplin Pasal 3 angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan sesuai dengan Pasal 10 angka 9 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Oleh sebab itu, N dapat dijatuhkan hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

"Perbuatan Penggugat tersebut akan memberikan pengaruh negatif bagi ASN lainnya apabila tidak disikapi secara tegas," ucap majelis.



Apalagi, perbuatan N dinilai telah berulang. Sehingga hukuman N dapat dijatuhkan hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

"Demi suatu keadilan yang hakiki," cetus majelis hakim.

Atas putusan ini, N tidak terima dan mengajukan banding. Kasus ini masih diproses ke Pengadilan Tinggi (PT) TUN Jakarta.

Klarifikasi dari pihak N:

1. Bpk. N menggugat Kementerian Luar Negeri dikarenakan adanya kesalahan pejabat yang menandatangani/menetapkan keputusan hukuman disiplin penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, yang berhak menghukum Bpk N adalah Pejabat eselon II bukanlah Pejabat eselon I seperti yang ada di dalam Surat Keputusan 20924/B/KP/05/2019/03 tertanggal 27 Mei 2019 tersebut.

2. Bpk. N tidak masuk kerja tersebut dikarenakan dalam kondisi sakit, hal tersebut tertuang di dalam BAP pemeriksaan pada tahun 2016 dan pihak Kemenlu menjanjiknn untuk melakukan pemeriksaan kondisi fisik maupun psikologis supaya dapat memverifikasi kondisi kesehatan Bpk. N, akan tetapi sampai pada ditetapkannya Surat Keputusan Hukuman Disiplin Penundaan Kenaikan Pangkat Selama Satu Tahun dan dikirimkannya surat ini kepada Pemred detikcom, janji Kemenlu tersebut tidak kunjung ditepati, sehingga mmembuat kondisi Bpk. N dianggap tidak masuk kerja tanpa alasan.

3. Bpk. N tidak pernah diberitahukan oleh pihak Kemenlu perihal Keputusan Hukuman Disiplin berupa Peernyataan Tidak Puas Secara Tertulis pada 2014. Bpk. N mengetahui Keputusan Hukuman Disiplin berupa Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis Tersebut pada saat sidang di PTUN Jakarta tahun 2020.

4. Di dalam Persidangan tersebut, saksi fakta yang dihadirkan Kemenlu yakni Bpk. Arief menyatakan bahwa Bpk. N tengah mengalami kondisi kesehatan yang kurang baik berikut juga diperkuat dalam keterangan BAP.

5. Amar putusan hakim menyatakan menolak gugatan, tetapi hakim mengabulkan untuk membatalkan surat keputusan 20924/B/KP/05/2019/03 tertanggal 27 Mei 2019 dengan implikasi Hakim memerintahkan Menlu untuk menerbitkan surat keputusan baru berupa pemberhentian Bpk. N sebagai PNS, hal tersebut yang saya rasa tidak wajar dan tidak adil sehingga kami melakukan banding atas putusan hakim PTUN tersebut.

6. Tidak ada keadilan hakiki yang dimaksud oleh majelis hakim tersebut sebab kesalahan kemenlu telah dilegitimasi oleh lembaga peradilan dalam hal ini PTUN, dengan adanya putusan tersebut memberikan preseden buruk birokrasi kepegawaian di Indonesia.

7. Putusan majelis hakim tersebut, tidak mmemberikan efek jera kepada ASN yang indisipliner sebab tindakan mereka adalah kesalahan pada pembinaan kepegawaian.

Kuasa Hukum N

Arie Novebrianto Putra, S.H, M.H,

Catatan redaksi:

Redaksi menghilangkan nama PNS yang ada di dalam putusan PTUN ini dan menggantikannya dengan inisial, setelah mendapatkan surat dari kuasa hukum dari nama tersebut. Penghilangan nama semata-mata dilakukan karena pertimbangan kemanusiaan berkaitan dengan kesehatan, sebagaimana yang disampaikan oleh kuasa hukum dalam suratnya kepada redaksi. Redaksi memastikan pemuatan nama PNS tersebut sudah sesuai prosedur karena putusan PTUN yang menjadi dasar berita bersifat terbuka dan bisa diakses masyarakat luas.

Halaman 2 dari 2
(asp/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads