Pimpinan KPK Bicara Politik Oligarki Awal Perbuatan Korupsi

Pimpinan KPK Bicara Politik Oligarki Awal Perbuatan Korupsi

Ibnu Hariyanto - detikNews
Selasa, 09 Jun 2020 18:06 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata didampingi Plt Jubir KPK Ali Fikri memberi pernyataan pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Sidoarjo Saiful Ilah di Gedung KPK, Rabu (8/1/2019). KPK menunjukkan barang bukti suap yang disita dalam OTT tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan tindak pidana korupsi tidak bisa lepas dari kepentingan kekuasaan dan ekonomi. Ia mengatakan pelaku korupsi yang kerap ditindak KPK berawal dari adanya politik oligarki.

"Kalau kita ikuti penindakan-penindakan yang dilakukan KPK, terutama kalau dikaitkan dengan operasi tangkap tangan kepala-kepala daerah itu sebetulnya tidak lepas dari politik oligarki juga, di sana kita pahami bahwa pemilihan kepala daerah itu juga tidak lepas dari kepentingan ekonomi," kata Alexander Marwata dalam webinar bertemakan 'Memahami Oligarki, Aspek Ketatanegaraan Ekonomi dan Politik Pemberantasan Korupsi', Selasa (9/6/2020).

Ia mengatakan KPK terus berusaha memutus mata rantai tersebut. Dengan demikian, KPK berharap ke depan kepala daerah yang terpilih adalah kehendak masyarakat luas bukan kehendak kepentingan tertentu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagaimana supaya ke depan kami pemilihan kepala daerah itu, ya ini kan sudah lewat demokrasi. Harapannya ketika kepala daerah itu dipilih secara demokratis itu bisa mencerminkan kehendak masyarakat luas, bukan kehendak kelompok minoritas atau kepentingan tertentu," ujar Alex.

Selain itu, Alex menyebut tingginya biaya politik di Indonesia jadi penyebab munculnya perilaku koruptif. Menurut Alex, dengan biaya politik yang tinggi itu akhirnya membuat para kepala daerah hingga legislatif yang terpilih menghalalkan segala cara untuk mengembalikan modal politiknya.

ADVERTISEMENT

"Biaya politik sangat mahal sekali di Indonesia, ini menjadi problem sehingga kepala daerah, calon kepala daerah, calon anggota legislatif itu mencari sponsor. Ini akan menimbulkan rentetan perilaku koruptif apabila nanti yang bersangkutan terpilih," ucap Alex.

Sementara itu, ekonom Faisal Basri mengatakan korupsi politik memiliki dampak lebih besar bagi kehidupan bernegara dibanding perilaku koruptif yang lain. Korupsi politik ini terjadi karena oligarki ini sudah masuk jadi bagian untuk pembuat kebijakan.

"Dari merebaknya oligarki ini ke politic corruption. Jadi mereka masuk bukan korupsi menyuap pejabat untuk apa, tapi menentukan isi undang-undang. Dan di tengah pandemi ini mereka telah berhasil mengegolkan UU Batubara yang baru, itu oligarki yang benar. Itu karena hanya 6 perusahaan yang menguasai 70 persen produksi batubara," ujarnya.

Ia menyebut para oligarki itu biasanya akan membuat kebijakan untuk kepentingan kelompoknya. Kebijakan itu dibuat untuk melindungi.

"Collusion and nepotism dan organize dan systemic corruption. Ini yang sekarang sistemik, mereka yang membuat payung-payung melanggengkan korupsi mereka dengan membikin payung UU Minerba, Omnibus, dan UU Pajak, bahkan sudah meneraba cenderung ke isi Perppu Nomor 1 Tahun 2020," tuturnya.

Halaman 2 dari 2
(ibh/aud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads